Jumlah Haji Indonesia Wafat di Fase Armuzna Turun daripada Tahun Lalu
JAKARTA - Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi melaporkan jumlah haji Indonesia yang wafat pada fase Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) pada 2024 turun dibandingkan dengan musim haji tahun lalu.
Kepala Bidang Kesehatan PPIH, Indro Murwoko, mengatakan tercatat 40 peserta haji Indonesia yang wafat pada periode ini. Sebanyak 11 orang wafat di Arafah dan 29 orang wafat di Mina.
"Jamaah wafat itu secara keseluruhan ada 40 (orang). Dari data itu, ada yang wafat di tenda, pos kesehatan, dan rumah sakit Arab Saudi, baik di Arafah maupun Mina," kata Indro di Makkah, Sabtu, 22 Juni 2024.
Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat jumlah peserta haji wafat periode Armuzna pada 2023 sebanyak 64 orang, terdiri atas 13 orang wafat di Arafah dan 51 orang di Mina.
Baca juga:
Indro lebih lanjut mengatakan jamaah haji Indonesia meninggal di Tanah Suci mendapat penanganan sesuai prosedur. Ketika ada haji meninggal, tenaga kesehatan akan membuat Certificate of Death (COD).
Setelah itu, petugas akan berkoordinasi dengan Kantor Maktab atau Kantor Sektor/Kantor Daker untuk melengkapi persyaratan administrasi lainnya, misalnya surat kesediaan dimakamkan.
"Setelah administrasi disiapkan, biasanya diserahkan ke Masyariq atau Maktab untuk proses pemulasaraan," ujar Indro lagi.
Periode Armuzna diawali pada 8 Zulhijjah seiring keberangkatan jamaah haji Indonesia dari hotel di Makkah menuju Arafah untuk menjalani wukuf. Dari Arafah, jamaah bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit (menginap), dilanjutkan ke Mina.
Jamaah menginap di Mina selama minimal tiga hari sejak 10 Zulhijjah. Fase puncak haji berakhir pada 14 Zulhijjah, ditandai kembalinya jamaah yang mengambil Nafar Tsani dari Mina ke hotel di Makkah
Mengingat cuaca di Saudi yang panas, sembari menunggu jadwal kepulangan, Indro berpesan kepada jamaah agar membatasi aktivitas keluar hotel. Apalagi, jamaah dengan kondisi kesehatan risiko tinggi (risti) dan lanjut usia (lansia).
Menurut Indro, anggapan bahwa menghabiskan sisa waktu di Tanah Suci untuk memperbanyak aktivitas tanpa memedulikan kondisi kesehatan adalah keliru. Bahkan, hal itu justru bisa membahayakan.