Transaksi Tunai Tak Lagi Favorit, Mesin ATM Bakal Musnah Tergusur QRIS
JAKARTA – Keberadaan mesin Anjungan Tunai Mandiri atau ATM kian menyusut dari tahun ke tahun. Apakah ini menjadi pertanda berakhirnya era penggunaan ATM di kalangan masyarakat?
Fenomena semakin berkurangnya mesin ATM di Indonesia tengah menjadi perbincangan. Tak hanya itu, penyusutan jumlah mesin ATM juga diiringi dengan kantor perbankan yang makin sedikit.
Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia pada akhir 2023 mencapai 91.412 unit. Padahal pada akhir 2022 masih terdapat 94.016 unit, yang berarti mengalami penyusutan 2.604 unit dalam kurun setahun.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan transaksi pembayan menggunakan kartu ATM dan debet turun 5,41 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp615,18 triliun per Mei 2024.
Mengutip Kompas, penyusutan transaksi kartu ATM berbanding terbalik dengan transaksi digital perbankan. Transaksi digital banking mencapai Rp5.570,49 triliun atau naik 10,28 persen yoy.
Terjadinya pergeseran gaya transaksi keuangan yang tadinya menggunakan cash menjadi cashless disebut menjadi penyebab menyusutnya jumlah mesin ATM di bank-bank Indonesia. Karena tak lagi butuh uang tunai, keberadaan mesin ATM juga dianggap tak lagi terlalu diperlukan.
Pergeseran Gaya Transaksi
Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) belum lama ini mengabarkan telah mengurangi sekitar 1.600 unit ATM. Pada Maret 2023 bank pelat merah ini masih memiliki 13.852 unit ATM, namun menyusut menjadi 12.252 unit per Maret 2024. Ini sekaligus menjadi jumlah pengurangan mesin ATM terbanyak di industri perbankan.
Kabar ini agak mengejutkan, meski sebenarnya penyusutan jumlah ATM adalah sebuah keniscayaan di tengah banyaknya nasabah perbankan yang makin melek digital. Padahal BRI merupakan bank yang memiliki jaringan terluas dan tersebar hingga pelosok Tanah Air.
Bank Mandiri juga mengalami penurunan jumlah ATM yang konsisten dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022 ada 13.027 unit ATM yang beroperasi, tapi menurun jadi 12.906 unit di 2023. Pengurangan jumlah ATM ini juga terjadi di bank-bank lainnya seperti BTN dan BNI.
Di tengah menyusutnya transaksi kartu ATM, transaksi digital perbankan justru meroket. Menurut laporan, transaksi digital banking mencapai Rp5.570.49 triliun atau naik 10,28 persen.
Transaksi uang elektronik juga naik 35,24 persen yoy menjadi Rp92,79 triliun.
Yang paling tinggi adalah pertumbuhan transaksi melalui Quck Response Code Indonesia Standard (QRIS) yang mencapai 213,31 persen yoy pada Mei 2024. Jumlah pengguna QRIS mencapai 49,7 juta dengan jumlah merchant 32,25 juta yang sebagian besarnya adalah UMKM.
Menyusutnya jumlah mesin ATM disebut pengamat terjadi karena gaya hidup digital savvy konsumen. Dari yang awalnya menggunakan uang cash, kini bergeser menggunakan uang elektronik, aplikasi perbankan, dan QRIS untuk bertransaksi.
Beralihnya penggunaan uang tunai menjadi cashless atau non-tunai makin gencar di era pandemi COVID-19. Saat itu uang tunai disebut menjadi salah satu perantara penyebaran virus corona.
Direktur Teknologi dan Informasi Digital Banking PT. BTN Andi Nirwoto mengatakan, fenomena ini sejalan dengan budaya masyarakat yang ingin transaksi perbankan dengan cepat, mudah, serta bisa dilakukan di manapun dan kapan pun. Hal ini bisa terpenuh hanya dengan modal aplikasi mobile banking.
“Mengikuti tren tersebut, bank fokus pada pengembangan mobile banking untuk layanan perbankan bagi nasabah. Namun jumlah transaksi di mesin ATM tercatat masih stabil terutama untuk transaksi tarik tunai,” kata Andi Nirwoto.
Namun Andi menambahkan, meski transaksi digital terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, bukan berarti masyarakat bakal serta merta meninggalkan fungsi ATM. Karena alasan inilah, bank terus melakukan inovasi mengganti mesin-mesin ATM lama dengan model Cash Recycle Machine (CRM). Dengan model mesin ini, nasabah tidak hanya bisa melakukan penarikan tunai, tapi juga melakukan setor tunai.
ATM Masih Dibutuhkan
Sementara itu, pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo menegaskan, ATM masih akan menjadi layanan penting bagi banyak nasabah, terutama di daerah yang belum memiliki akses internet memadai.
Karena itulah, ia mengatakan bank perlu terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan nasabah. Caranya dengan tetap menyediakan layanan ATM yang aman, mudah diakses, dan memenuhi kebutuhan nasabah di era digital.
"Pada saatnya nanti akan ditemukan keseimbangan baru atas pengguna layanan digital penuh, ATM, dan gerai cabang fisik," ucap Arianto.
Namun demikian, penyusutan unit ATM tidak terjadi pada bank swasta PT Bank Central Asia Tbk (BCA). BCA memiliki mesin ATM sebanyak 19.055 unit per Maret 2024. Angka ini naik 707 unit dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca juga:
- Jeda dari Aktivitas Sehari-hari, Liburan Sekolah Seharusnya dapat Tingkatkan Produktivitas dan Potensi Anak
- Rupiah Melemah, Ibu Rumah Tangga Gelisah
- Rupiah Terus Digencet Dolar AS; Ancaman PHK dan Peningkatan Kemiskinan Bukan Fatamorgana
- Perlu Cuan, Maka Pemprov DK Jakarta Ubah Aturan PBB Rumah dengan NJOP di Bawah Rp2 Miliar
Penambahan jumlah mesin ATM dilakukan karena masyarakat yang memang masih membutuhkannya untuk melakukan transaksi keuangan, menurut EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn.
“Di tengah pesatnya transformasi digital di Indonesia, kami melihat kehadiran mesin ATM dan penggunaan kartu debit masih memiliki peranan penting dan menjadi pilihan masyarakat dalam transaksi keuangan,” Hera menjelaskan.
"Kami memproyeksikan transaksi kartu debit dan penggunaan mesin ATM akan terus tumbuh ke depannya, selaras dengan prospek perekonomian Indonesia yang positif dan peningkatan aktivitas transaksi masyarakat," imbuhnya.