Kemenkes Bilang Vaksin Tak Jamin Bebas COVID-19, Apakah Masih Perlu?
JAKARTA - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Sitti Rohmi Djalilah terkonfirmasi positif Corona (COVID-19) meski telah divaksinasi 2 kali dosis.
Ia terpapar COVID-19 bersama sang suami, Khairul Rizal, berserta tujuh orang lainnya yang tinggal di serumah tanpa mengalami gejala.
Vaksin pertama diterima pada 14 Januari. Sedangkan, vaksinasi kedua pada 28 Januari 2021.
Kejadian ini tentu menambah daftar masih adanya kasus positif COVID-19 pasca vaksinasi. Sebelumnya, Bupati Sleman Sri Purnomo, juga mengalami hal serupa.
Lalu mengapa seseorang tetap bisa terinfeksi virus dan menjadi positif COVID-19 meski sudah melakukan vaksinasi?
Dikutip dari situs Kementerian Kesehatan (Kemenkes), vaksin COVID-19 membutuhkan dua kali dosis penyuntikan.
Suntikan pertama dilakukan untuk memicu respons kekebalan awal dan suntikan kedua untuk menguatkan repons imun yang telah terbentuk.
Vaksin membutuhkan waktu 14-28 hari setelah penyuntikan kedua untuk membangun jumlah antibodi yang optimum supaya memberikan perlindungan yang maksimal.
Saat seseorang dinyatakan positif setelah vaksinasi, itu artinya saat divaksinasi seseorang tersebut sudah terpapar/terinfeksi COVID-19 dan sedang dalam masa inkubasi tetapi tanpa gejala.
Vaksin Sinovac adalah vaksin yang berisi virus mati atau inactivated jadi hampir tidak mungkin menyebabkan seseorang terinfeksi.
Kemenkes menyatakan, vaksin COVID-19 Sinovac telah teruji keamanan, mutu, khasiat dan kehalalannya.
Vaksin ini dikembangkan menggunakan metode inactivated vaccine, yang telah terbukti aman, tidak menyebabkan infeksi serius serta hampir tidak mungkin menyebabkan seseorang terinfeksi.
Yang diharapkan setelah vaksinasi adalah tes antibodi menjadi reaktif, artinya kekebalan telah terbentuk.
“Untuk itu perlu dipahami bersama meskipun kita sudah divaksinasi COVID-19 masih ada risiko terpapar virus COVID-19, namun tentunya diharapkan vaksin ini akan dapat mengurangi kemungkinan sakit," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi.
Adanya program vaksinasi tidak menghilangkan kewajiban untuk menjalankan protokol kesehatan, karena selain tetap harus menjaga diri juga masih dibutuhkan waktu bersama-sama bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk bisa menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity).
Karena itu, adanya program vaksinasi yang telah berjalan saat ini, tak lantas membuat seseorang menjadi lengah untuk menjalankan protokol kesehatan.
Namun sebaliknya, proses vaksinasi harus paralel dengan pelaksanaan 3M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak) dan 3T (testing atau tes, tracing atau pelacakan, dan treatment atau penanganan).
Baca juga:
- Penjelasan Menkes soal Dua Kali Divaksin tetap Bisa Terpapar COVID-19
- Di Hadapan Kemenkes, Terawan Klaim Vaksin Nusantara Aman untuk Komorbid
- Komitmen Presiden Joko Widodo untuk Selamatkan Film Indonesia dari Pandemi COVID-19
- Maksimalisasi Dosis Vaksin COVID-19 dari 1 Botol 6 Dosis jadi 1 Botol 7 Dosis, Aman?
Penyebab Seseorang Terpapar COVID-19 Meski Sudah Divaksin
Menurut Ketua Kelompok Kerja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PP PDPI) dr Erlina Burhan, ada beberapa faktor penyebab seseorang bisa terkena COVID-19 meski baru beberapa hari disuntik vaksin. Salah satunya adalah karena mereka sudah terpapar virus pada beberapa hari sebelum divaksin.
Terlebih, kata dr Erlina, kekebalan tubuh terhadap COVID-19 tidak bisa langsung terbentuk setelah divaksin. Misalnya, pada vaksin Corona buatan Pfizer-BioNTech, kekebalan tubuh baru bisa terbentuk 12 hari setelah disuntik vaksin.
"Timeline dari Pfizer, jadi hari pertama setelah dosis pertama disuntikkan, maka imunitas atau kekebalan itu akan terbentuk pada hari ke-12," ucap Erlina.
"Kemudian hari ke-21 dosis kedua (vaksin), akan diperiksa jumlah antibodinya, maka akan dikatakan dicapai imunitas yang penuh pada hari ke-28," tambahnya.
Maka dari itu, menurut Erlina, bisa saja orang-orang tersebut sudah terinfeksi virus atau sedang dalam masa inkubasi saat menerima vaksin Corona, sehingga mereka dinyatakan positif COVID-19 usai divaksin.
Erlina menjelaskan, apabila kekebalan tubuh sudah terbentuk usai divaksin, namun tetap terkena COVID-19 maka gejalanya tidak akan parah.
"Memang risiko terjangkit COVID-19 ini akan tetap ada setelah diberikan vaksin, namun risikonya akan lebih rendah. Kalau pun terjangkit, gejala klinisnya juga ringan," katanya.
Menkes Sebut Vaksinasi Tak Jamin Bebas COVID-19
Senada dengan Elina, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan efikasi vaksin dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15 Maret.
Menkes juga mengatakan, antibodi seseorang akan kebal terhadap virus usai 28 hari pasca penyuntikan vaksin tahap kedua. Sehingga, jika baru saja divaksin maka orang tersebut masih bisa terpapar COVID-19.
"Kekebalan itu 28 hari setelah suntik kedua. Kalau dia suntik pertama kemudian terpapar ya masih bisa kena.
Setelah suntik kedua terpapar, dia kemungkinan masih bisa kena. Karena optimal perlindungan, terbentuk 28 hari setelah suntikan kedua," jelas Budi.
Menurutnya, masing-masing orang kadar kekebalan tubuhnya juga berbeda. Ada yang antibodinya tumbuh banyak, ada yang antibodinya sedikit.
"Tapi dengan adanya antibodi, jika ada virus masuk, tetap masih bisa tertular. Cuma kita akan lebih cepat responnya tentara (antibodi) kita cepat respons," paparnya.
"Jadi Insyaallah kalau kita sudah ada antibodi, kenanya tidak parah, tidak usah masuk rumah sakit. Tapi kemungkinan untuk terkena itu ada dan tetap masih bisa menularkan," sambung dia.
Budi menambahkan, hingga saat ini belum ada penelitian yang mengkonfirmasi jika sudah divaksin maka tidak bisa menularkan atau tertular COVID-19.
"Itu belum ada," katanya.
Akan tetapi vaksinasi masih tetap diperlukan untuk menjaga dan melindungi kekebalan tubuh. Agar resiko penularan bisa diminimalisir.