Korsel, Jepang, dan China Merapat Hadapi Pandemi COVID-19

JAKARTA - Para menteri luar negeri dari Korea Selatan (Korsel), China, dan Jepang mengadakan konferensi untuk membahas kerja sama mengenai langkah-langkah mereka menghadapi pandemi COVID-19. Konferensi dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang jumlah orang terinfeksi yang tiba di negara mereka dari luar negeri.

Lewat konferensi video, para menteri berbagi informasi tentang wabah di negara mereka dan mengeksplorasi cara untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut sambil mempertahankan pertukaran ekonomi dan orang ke orang. "Masalah ini memiliki dampak langsung pada kehidupan warga tiga negara," kata Menteri Luar Negeri Korsel Kang Kyung-wha, dilansir Reuters, Jumat 20 Maret.

“Saya pikir, ketiga negara perlu bekerja sama untuk menahan penyebaran virus corona dan meminimalkan setiap pengurangan yang dihasilkan pada pertukaran ekonomi dan kerja sama antara masyarakat, serta dampak ekonomi dan sosialnya,” tambahnya. 

Kontrol perbatasan yang lebih kuat dan pengurangan penerbangan yang tajam menjadi keputusan dalam kerja sama antara ketiga negara tersebut. Tak hanya di sisi ekonomi, ketegangan dari ketiga negara membayangi hubungan diplomatik mereka yang selama ini naik dan turun.

Awal bulan ini, Korsel menangguhkan visa dan keringanan visa untuk Jepang. Hal tersebut dilakukan setelah Jepang melakukan hal yang sama terhadap Korsel. Kebijakan-kebijakan tersebut sebenarnya untuk menekan penyebaran virus corona, namun memicu penyebab permusuhan baru.

Sedangkan China, negara pertama kali COVID-19 muncul, dan Korsel, negara di luar China yang memiliki dampak terburuk dari COVID-19 telah melihat tren penurunan kasus COVID-19 yang ditularkan secara lokal.

Sebelumnya, pemerintah Korsel mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan COVID-19 pada semua wisatawan dari Eropa dan memberlakukan karantina wajib dua minggu. Kebijakan itu dimulai pada Minggu 22 Maret, bagi mereka yang berniat tinggal jangka panjang.

"Ini adalah langkah terberat yang bisa kami ambil tanpa melarang masuk (orang-orang) dari Eropa, tempat virus menyebar dengan kecepatan yang tidak terduga," kata Yoon Tae-ho, direktur jenderal untuk kebijakan kesehatan masyarakat Kementerian Kesehatan Korsel. 

Korsel juga telah menetapkan prosedur masuk khusus untuk pengunjung dari negara-negara yang paling parah dalam kasus COVID-19, seperti China, Italia, dan Iran, yang mengharuskan mereka menggunakan sebuah aplikasi pada smartphone-nya untuk melacak apakah mereka memiliki gejala COVID-19 seperti demam, batuk, atau sesak napas. 

Meskipun ada hubungan diplomatik dan ekonomi yang kuat antara Korsel, China, dan Jepang, banyak keluhan yang akhirnya menghambat hubungan mereka. Berkurangnya penerbangan, kontrol perbatasan yang lebih kuat, dan persyaratan karantina sebagai respons terhadap pandemi telah terbukti menjengkelkan untuk berbagai pihak.

Jumlah kasus COVID-19 baru di Korsel cenderung menurun selama seminggu terakhir, meskipun ada sedikit kenaikan pada karena wabah skala kecil terus muncul di seluruh negeri. Korban tewas di Korsel tidak berubah di angka 94.

Komisi pemilihan Korsel mengatakan bahwa mereka akan mendisinfeksi semua tempat pemungutan suara dan melakukan pemeriksaan pada pemilih ketika saat pemberian suara dalam pemilu parlemen yang diselenggarakan pada 15 April.