Kemenko PMK Sebut Pembentukan Kementerian Haji Saat Ini Belum Mendesak

JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan usulan pembentukan kementerian khusus untuk menangani permasalahan haji belum mendesak. Menurut mereka, solusi terbaik dalam penyelenggaraan haji saat ini bukanlah pembentukan kementerian baru.

Usulan pembentukan Kementerian Haji sebelumnya diajukan oleh Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, dalam rapat dengan Kemenko Polhukam, Kemenko PMK, dan Kemenko Marves.

Deputi VI Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito, menjelaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tidak hanya ditangani oleh Kementerian Agama, tetapi juga melibatkan beberapa kementerian dan lembaga terkait lainnya, seperti Kemenkes, Kemenhub, Kemenlu, Kemenkumham, Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH), dan stakeholder terkait lainnya.

"Yang diperlukan adalah penguatan koordinasi dan perluasan keterlibatan kementerian/lembaga (K/L) untuk mendukung peningkatan layanan ibadah haji. Kemenko PMK idealnya diberikan kewenangan penuh untuk mengkoordinasikan K/L dan memiliki hak veto mengatur K/L," ujar Wasito dalam keteranganya, Selasa 11 Juni.

Meskipun begitu, Warsito menegaskan bahwa pembentukan Kementerian Haji merupakan hak prerogatif dari Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Hal ini akan ditentukan apakah akan menjadi nomenklatur baru di kabinet atau tidak.

Warsito menjelaskan Kemenag berperan sebagai regulator yang menetapkan kebijakan pelaksanaan haji setiap tahun. Selain itu, Kemenag juga bertindak sebagai operator haji yang menentukan aspek praktis seperti akomodasi, katering, dan biaya haji dengan persetujuan DPR.

BPKH, sesuai UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, bertugas mengelola aspek keuangan haji secara independen dan profesional. Penekanan pada peran BPKH adalah untuk mendukung tugas Kemenag dalam penyelenggaraan haji, bukan menciptakan dualisme.

Warsito menegaskan bahwa sistem ini tidak mengalami dualisme, melainkan saling mendukung antara Kemenag dan BPKH. Di samping itu, Indonesia tidak merasa mendesak untuk membentuk Kementerian Haji seperti di Arab Saudi, karena pengelolaan haji di Indonesia dilakukan secara lintas kementerian dan lembaga.