ASN Kemenhub Dipanggil KPK Terkait Pengembangan Kasus DJKA

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga saksi untuk mengembangkan dugaan suap di Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Salah satunya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenhub yang bertugas sebagai BTP Kelas I Bandung Parlan.

Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan Parlan bersama dua saksi lainnya bakal dimintai keterangan pada hari ini, Selasa, 11 Juni.

“Dijadwalkan pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa- Sumatera tahun anggaran 2018-2022,” kata Budi kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 11 Juni.

Selain Parlan, penyidik juga berencana menggarap Kasi prasarana Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Bandung Bernardi Armiserto dan Kukuk Dedy Eko Cahyono yang merupakan Direktur PT Dwitunggal Karya. Belum dirinci Budi soal materi yang akan didalami dari ketiga saksi itu.

Namun, para saksi yang dipanggil komisi antirasuah biasanya tahu telah terjadi praktik korupsi dan keterangannya dibutuhkan. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” tegas Budi.

Diberitakan sebelumnya, KPK terus mengembangkan dugaan suap di Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Terbaru, mereka menetapkan 10 tersangka dan dua di antaranya adalah korporasi.

"KPK menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, lebih dari 10 orang sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan yang dikutip Rabu, 5 Juni.

"(Beberapa berunsur, red) dari para ASN di lingkungan Kementerian Perhubungan, dua korporasi, dan satu orang swasta," sambungnya memerinci para tersangka tersebut.

Meski begitu, Ali belum mau menyampaikan identitas tersangka perorangan maupun korporasi. Katanya, pengumuman resmi akan disampaikan ketika alat bukti selesai dikumpulkan.

Pengumuman ini nantinya juga akan dibarengi dengan upaya paksa penahanan. "Nama-nama ini kami publikasikan setelah proses penyidikan, pengumpulan alat bukti, dan lain-lainnya kebutuhan itu selesai," tegasnya.