KPK Ungkap Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Punya Perusahaan Importir Pupuk
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean punya perusahaan impor pupuk. Temuan ini didapat setelah laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) miliknya diklarifikasi.
“Kami sudah lihat isinya apa ternyata dia punya perusahaan importir pupuk. Itu istrinya komisaris utama di sana,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan, Selasa, 11 Juni.
Pahala lantas menyebut ada dugaan harta milik Rahmady mencapai Rp6 miliar karena kepemilikan perusahaan tersebut yang berujung dengan saling lapor. “Ribut di sana di sini udah gitu (pemilik perusahaan, red) yang ini melapor ke Polda dan Bareskrim, yang ini melapor juga LHKPN-nya,” tegasnya.
Meski begitu, komisi antirasuah tetap bergerak mengecek kekayaan milik Rahmady. Apalagi, dia dilaporkan ke KPK karena meminjamkan uang hingga Rp7 miliar atau lebih besar dari hartanya.
“Tapi meski kami bilang juga kalau perusahaan, kami terbatas aksesnya dan perusahaannya nggak bisa kita lihat keuangannya segala macem,” jelas Pahala.
“Jadi kami sudah undang itu beliau dan beliau menerangkan itu bahwa ini bisnis di luar,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean sudah menjalani permintaan klarifikasi tentang harta kekayaannya oleh Direktorat LHKPN KPK beberapa waktu lalu. Tapi, tak ada pernyataan yang disampaikannya setelah keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Adapun dia jadi sorotan publik karena diduga melibatkan keluarganya dalam menjalankan urusan kedinasan. Rahmady lantas dicopot dari jabatannya setelah menjalani pemeriksaan internal.
Selain itu, Rahmady juga dilaporkan ke KPK oleh Andreas yang merupakan advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Law Firm. Dia mempermasalahkan LHKPN milik Rahmady dalam pelaporan itu.
Baca juga:
Penyebabnya, istri Rahmady yaitu Margaret Christina memberikan pinjaman sebesar Rp7 miliar kepada Wijanto Tirtasana yang merupakan klien Andreas. Peristiwa ini terjadi pada 2017.
Adapun syarat peminjaman ini adalah menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen. Hanya saja, terjadi ancaman dari Rahmady dan istrinya terhadap Wijanto sehingga Andreas sebagai kuasa hukum menelusurinya dan mengetahui kekayaan pejabat tersebut.