Kadin Usulkan Tujuh Strategi Hilirisasi Sektor Kelautan dan Perikanan
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan tujuh strategi hilirisasi sektor kelautan dan perikanan, yang dapat dilakukan pemerintah.
Wakil Kepala Badan Pembinaan UMKM, Ekonomi Kerakyatan Kadin Indonesia, Yugi Prayanto mengatakan tujuh strategi hilirisasi diperlukan untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor perikanan dan kelautan Indonesia.
"Strategi itu didasarkan pada analisis tantangan, hambatan, dan potensi yang ada di sektor kelautan dan perikanan,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 30 Mei.
Ketujuh strategi yang diusulkan Kadin tersebut yakni penyelarasan dan harmonisasi peraturan-peraturan yang ada sehingga lebih efektif dan efisien baik antarlembaga, kementerian dan daerah.
Membangun sistem logistik ikan nasional, memperbanyak industri pengolahan perikanan (unit pengolahan ikan/UPI), mempermudah skema pendanaan untuk produksi dan pengolahan perikanan.
Kemudian memperpendek jalur distribusi dari UPI ke konsumen akhir untuk efisiensi biaya logistik, memperbanyak penjualan produk frozen ke pasar ritel serta mendorong industri untuk membuat produk yang mudah dimasak di rumah.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) rata-rata konsumsi ikan nasional pada 2021 mencapai 55,37 persen kg/kapita meningkat dari 2020 yang sebanyak 54,56 kg/kapita.
Sementara itu, udang dan tuna cakalang sebagai komoditas unggulan sektor perikanan berdasarkan nilai dan volume. Sedangkan produk potensial lain berdasarkan nilai di antaranya, rajungan-kepiting, cumi-sotong-gurita dan rumput laut.
Volume dan nilai ekspor hasil perikanan tahun 2021 juga mencatat perubahan dibanding tahun 2020. Volume tahun 2021 tercatat sebesar 1,22 juta ton, sementara tahun 2020 mencapai 1,26 juta ton.
Namun secara nilai, ekspor perikanan tahun 2021 mencapai 5,72 miliar dolar AS, atau meningkat dibanding tahun 2020 senilai 5,21 miliar dolar AS.
Sementara itu terkait hambatan serta tantangan di sektor kelautan dan perikanan menurut Yugi yakni permasalahan utama industri pengolahan perikanan adalah kekurangan bahan baku.
"Jika bahan baku tersedia, harganya lebih tinggi dibandingkan negara pesaing seperti India, Vietnam, Equador, dan negara lainnya," katanya.
Kemudian, banyaknya peraturan pemerintah pusat dan daerah khususnya di perikanan budidaya dan tangkap yang dinilai menghambat produksi perikanan.
Baca juga:
Sementara itu, tambahnya, produk perikanan mayoritas diperdagangkan dalam bentuk fresh sehingga kualitas sulit terjaga, pemilihan produk perikanan yang kurang baik, karena tidak semua produk perikanan semakin diolah semakin bernilai tambah. "Hambatan lainnya yakni skema pendanaan yang belum memadai," katanya.
Yugi menyatakan, Indonesia merupakan negara maritim dengan potensi dan kontribusi perikanan yang signifikan bagi dunia. Selain menjadi habitat bagi berbagai spesies ikan, laut nusantara juga menjadi tumpuan hidup masyarakat dengan berbagai jenis usaha.
Indonesia juga merupakan pusat bisnis perikanan, pelayaran, dan pariwisata tambahnya, serta memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (202 ribu km), dengan panjang mencapai 55 ribu km.