Ekonom UI Nilai BI akan Pertahankan Suku Bunga Acuan BI Rate di 6,25 Persen

JAKARTA - Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menilai Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen pada rapat dewan gubernur (RDG) 22 Mei 2024 mendatang.

Menurut dia, setelah beberapa bulan mengalami tekanan besar untuk harga dan nilai tukar, Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang lebih baik.

Hal itu berkat meredanya El Nino dan intervensi aktif oleh Pemerintah, inflasi umum turun ke 3,00 pernah secara tahunan atau year on year (yoy) di April 2024 dari bulan sebelumnya sebesar 3,05 persen (yoy).

Sementara dari sisi eksternal, indikasi meredanya tekanan perekonomian di Amerika Serikat (AS), turunnya tensi geopolitik, dan bauran kebijakan BI mendorong masuknya arus modal dan memicu stabilnya nilai tukar rupiah.

“Mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, nampaknya tidak ada kebutuhan untuk BI merubah suku bunga kebijakan dalam RDG mendatang. Kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25 persen pada Mei 2024,” tutur tutur Riefky dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 Mei.

Riefky menyampaikan berakhirnya El Nino dan peran aktif Pemerintah melakukan stabilisasi suplai pangan melalui impor berhasil menurunkan harga pangan dan tingkat inflasi secara keseluruhan.

Lebih lanjut, Riefky menyampaikan, penurunan ketidakpastian global dan berbagai langkah yang diambil oleh BI mampu mendorong arus modal masuk ke pasar keuangan domestik yang mampu menguatkan dan menstabilkan nilai tukar Rupiah.

"Setelah BI memutuskan menaikkan suku bunga kebijakan di bulan lalu, nampaknya tidak ada urgensi saat ini untuk mengubah suku bunga kebijakan di Rapat Dewan Gubernur Mendatang," tuturnya.

Namun, Riefky melihat potensi risiko inflasi masih terlihat dan harus dimitigasi dengan baik. Selain itu, tekanan eksternal yang berkepanjangan telah melemahkan rupiah dalam beberapa minggu terakhir dan jika tren ini terus berlanjut dapat berdampak negatif terhadap tingkat harga domestik melalui inflasi impor.

Selain itu, Riefky menyampaikan, hal lain yang patut diwaspadai adalah beberapa lembaga iklim memperkirakan potensi terjadinya fenomena La Nino pada kuartal III 2024 yang dapat berdampak negatif terhadap produksi pangan hortikultura.

“Mitigasi risiko dan pengelolaan pasokan pangan masih diperlukan hingga sisa tahun 2024,” tuturnya.