Memahami Penjelasan MUI soal Salat Jumat Diganti Zuhur saat Mewabahnya COVID-19
JAKARTA - Anjuran tidak melaksanakan salat Jumat dan menggantinya dengan Zuhur bagi umat Muslim oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuai pro dan kontra. Anjuran ini muncul untuk mengantisipasi penularan infeksi virus corona atau COVID-19.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh meluruskan hal fatwa itu. Ada sembilan fatwa yng dikeluarkan MUI pada 16 Maret. Pertama, jika seseorang dalam kondisi normal dan tidak sakit, mereka memiliki tanggung jawab menjaga kesehatannya.
"Mereka juga mesti menjauhi sikap yang menyebabkan penularan penyakit. Ini bab ikhtiar," kata Asrorun dalam konferensi pers di Graha BPPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Kamis, 19 Maret.
Baca juga:
Kedua, ketika seseorang terinfeksi virus corona, dia harus mengisolasi diri dan tidak ikut dalam kegiatan agama yang bersifat perkumpulan publik. Hal ini, untuk mencegah penularan kepada orang lain.
"Seseorang terkena virus COVID-19, maka dia tidak boleh berada di komunitas publik termasuk untuk kepentingan ibadah publik. Bukan berarti meniadakan ibadah, tapi semata-mata memberikan perlindungan agar tak menular ke yang lain," jelas Asrorun.
Selanjutnya, untuk orang yang merasakan gejala penyakit virus corona, MUI membolehkan mereka melaksanakan ibadah salat Jumat berjemaah di masjid diganti dengan Zuhur.
Lalu, soal pelaksanaan salat Jumat bagi mereka orang yang merasa sehat, menurut Asrorun hal itu perlu memperhatikan wilayah sekitar.
Ketika di wilayahnya tercatat ada kasus pasien positif COVID-19, mereka dilarang melaksanakan ibadah di tempat umum. Sementara, kalau dia berada di wilayah yang belum terpapar virus COVID-19, dia tetap wajib melaksanakan salat Jumat di masjid.
"Dengan catatan, dia waspada untuk pencegahan penularan, menjaga kondisi kesehatan, kebersihan tempat ibadah, dan juga ikhtiar membawa sajadah sendiri," ucap Asrorun.
Selanjutnya, jika masyarakat yang sehat melaksanakan ibadah di masjid pada zona hijau atau wilayah yang belum terkena wabah virus corona, namun kondisi kesehatannya menurun, Asrorin menyarankan orang itu menahan diri dan beribadah di ruang privat.
"Lalu, ketika berada di kawasan wabah COVID-19 tak terkendali, maka penyelenggaraan salat Jumat ini bisa dihentikan sementara waktu sampai waktu normal," ungkap dia.
Asrorun melanjutkan, mekanisme ibadah seperti ini juga berlaku terhadap salat tarawih pada bulan Ramadan.
"Pada kawasan zona merah kita bisa ibadah dibatasi bebas kerumunan fisik. Sementara, di dalam zona hijau, maka aktifitas sebagaimana biasa tapi mengurangi tensi konsentrasi massa dan mengoptimasi kesehatan dan kebersihan," tutup dia.