Ekonom ADB: Pembentukan BPN Tidak Langsung Berdampak pada Peningkatan Penerimaan Negara
JAKARTA - Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Arief Ramayandi menilai pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) tak secara langsung berdampak pada peningkatan penerimaan negara.
“Tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa pemisahan BPN (Ditjen Pajak dari Kemenkeu) akan serta merta mendorong penerimaan negara,” kata Arief kepada wartawan di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 16 Mei.
Meski begitu, ia mengatakan pembentukan BPN mungkin untuk dilakukan, sebagaimana yang terjadi pada pemisahan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemisahan tersebut akan membuat tanggung jawab instansi makin mengerucut sehingga konsentrasi pengelolaan akan lebih terfokus.
“Mereka cuma perlu konsentrasi pada memungut penerimaan negara. Di sisi lain, ada Kementerian Keuangan yang lebih fokus pada fiskal. Jadi, karena mereka fokus pada satu pekerjaan saja, seharusnya mereka bisa lebih efektif,” ujar dia.
Arief berpendapat urgensi bagi Indonesia untuk membentuk BPN bergantung pada Kementerian Keuangan. Bila lembaga bendahara negara merasa perlu untuk memusatkan fokus pada kebijakan fiskal, maka urgensi pembentukan BPN menjadi lebih tinggi. Sementara, bila Kementerian Keuangan merasa tekanannya belum cukup besar, maka urgensinya menjadi lebih rendah.
“Jadi, itu tergantung Kementerian Keuangan,” tuturnya.
Diketahui, pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berencana membentuk BPN setelah dilantik.
Nantinya, DJP yang selama ini berada di bawah Kementerian Keuangan akan lepas dari kementerian tersebut dan sebagai penggantinya, akan dibentuk BPN yang bertanggung jawab langsung ke presiden.
BACA JUGA:
Pendirian BPN ditargetkan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23 persen.
Wacana pemisahan DJP dari Kementerian Keuangan sempat digulirkan Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 2004. Usulan tersebut termuat dalam surat MenPAN nomor B/59/M.PAN/1/2004 dan sudah dikirimkan kepada presiden saat itu.
Usulan tersebut juga menjadi salah satu visi-misi kampanye Presiden Joko Widodo pada tahun 2014.