Anak-anak Harus Dipantau Tak Ke Warnet, Meski Sekolah Libur karena Corona

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah. Mulai dari setingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK di seluruh wilayah DKI Jakarta selama dua pekan guna mencegah penyebaran COVID-19. Peliburan belajar di sekolah ini diadakan sejak tanggal 16 hingga 27 Maret. 

Sebagai gantinya, Pemprov DKI lewat Dinas Pendidikan melakukan proses belajar mengajar melalui metode jarak jauh menggunakan aplikasi belajar. 

Tapi, faktanya ada siswa yang tak mematuhi aturan belajar di rumah. Pemantauan Satpol PP DKI, ditemukan sejumlah pelajar yang menggunakan waktu belajar di rumah untuk bermain di mal, kafe, bahkan warung internet (warnet). 

Kepala Satpol PP DKI Arifin menyebut, jajaran di tiap kecamatan yang menemukan anak-anak berada di luar rumah saat jam belajar akan diminta meninggalkan tempat keramaian tersebut dan pulang ke rumah. 

"Kami setiap hari melakukan pemantauan di tempat-tempat keramaian. Ketika kedapatan anak-anak sekolah, maka diedukasi dan diarahkan untuk kembali ke rumah masing-masing, melakukan aktivitas belajar di rumah," kata Arifin kepada wartawan, Rabu, 18 Maret. 

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Nahdiana menyatakan pihaknya sudah memberikan surat edaran berupa imbauan pengawasan orang tua atau wali masing-masing siswa. 

Orang tua diminta mengawasi anaknya untuk belajar menggunakan fasilitas e-learning yang disediakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Fasilitas ini berupa aplikasi pembelajaran jarak jauh berbasis portal android Rumah Belajar yang dapat dengan mudah diakses di situs belajar.kemendikbud.go.id.

Fitur yang dapat diakses dari fasilitas tersebut oleh para peserta didik dan guru di antaranya adalah Sumber Belajar, Kelas Digital, Laboratorium Maya, dan Bank Soal. Rumah Belajar dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan (SMA/SMK) sederajat.

Tapi, Nahdiana tak memungkiri jika ada siswa yang bandel tak mengikuti pelajaran berbasis aplikasi tersebut. Sebab, pengisian daftar hadir siswa dilakukan lewat aplikasi. 

"Kalau Disdik itu absennya dipantau secara online. Kan kita enggak tahu kalau setelah itu berkeliaran. Sekarang dari 1,5 juta siswa, saya gak menafikan itu kalau masih ada (yang tidak belajar)," ucap Nahdiana. 

"Namanya anak ada jenuhnya. Orang belajar di kelas saja. Kan kita pernah sekolah, mas, kadang-kadang saja ingin keluar agar tidak penat," lanjut dia. 

Meski demikian, Nahdiana mengklaim sudah memerintahkan para guru khususnya wali kelas untuk berkomunikasi dengan pada orang tua terkait pemantauan belajar siswa di rumah. 

"Memang enggak bisa dilakukan Disdik sendiri. Kalau sudah di rumah maka pengawasan orangtua. Tapi, kita akan evaluasi kembali," ucapnya. 

Psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia, Rose Mini memaklumi adanya rasa "bebal" terhadap anak yang tak mengindahkan imbauan dari pemerintah untuk belajar mandiri dan tidak ke luar rumah saat sekolah diliburkan. 

Ketika ada peliburan sekolah, kata Rose, sang anak merasa ada kebebasan untuk tidak belajar. Memang, pemerintah sudah memberi imbauan dan sebagainya. Tapi, kata dia, tak semua anak mempunyai kepekaan atas rasa khawatir terhadap penularan virus corona.

"Mereka menganggap virus corona ya biasa-biasa saja, karena mereka belum merasakan dampaknya. Mengingat jam belajar siswa jadi pendek karena tidak mengharuskan datang ke sekolah dan mengikuti waktu pembelajaran di sekolah, maka mereka menggunakan waktu luang itu untuk bermain," kata Rose saat dihubungi VOI.

Rose memahami bila pemerintah tidak bisa selalu mengawasi aktivitas siswa/i dengan ketat. Meski begitu, Rose meminta peran orang tua untuk ikut mengawasi dan menugaskan anaknya untuk tetap mengikuti pelajaran sesuai panduan sekolah selama diliburkan.

"Dengan adanya libur mendadak ini, orang tua juga harus mengawasi. Kan ada sistem pembelajaran jarak jauh menggunakan aplikasi lewat internet yang dikerjakan siswa dan itu mesti diperiksa oleh orang tua masing-masing, apakah si anak mengerjakan atau tidak,"

Psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia, Rose Mini

Lebih lanjut, pihak sekolah harus memiliki kerja sama dengan orang tua atau wali siswa. Dengan adanya platform pembelajaran, wali kelas mesti berkoordinasi dengan orang tua untuk mengawasi apakah anak tersebut benar-benar belajar dari situ atau tidak.