Piala Thomas dan Uber Melayang, Olimpiade Paris Menantang
JAKARTA – Indonesia memang gagal membawa pulang medali emas di ajang Piala Thomas dan Uber 2024. Tapi harapan melanjutkan tren positif di Olimpiade masih ada.
Tim Thomas dan Uber Merah Putih gagal menyabet gelar di turnamen bulu tangkis beregu dua tahunan ini. Tim putra kalah dengan skor 1-3, sementara tim putri takluk 0-3 dari tuan rumah China pada partai final yang digelar di Chengdu Hi Tech Zone Sports Center Gymnasium, Chengdu, Minggu (5/5/2024).
Bagi tim putra, ini ketiga kalinya mereka secara beruntun tampil di laga puncak. Jonatan Christie dan kawan-kawan membawa pulang Piala Thomas pada 2020 di Aarhus, Denmark, namun pada dua edisi terakhir mereka harus puas dengan posisi runner-up seusai kalah dari India pada 2022 dan sekarang takluk dari Negeri Tirai Bambu. Sedangkan tim putri, ini pertama menembus final sejak 1996. Ketika itu, Indonesia sukses mengawinkan gelar Piala Thomas dan Uber.
Menanggapi kegagalan Indonesia membawa pulang gelar juara di ajang dua tahunan ini, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo mengatakan kedua tim sudah berjuang maksimal di China.
"Saya sangat mengapresiasi perjuangan atlet bulutangkis Indonesia yang sudah berjuang dengan maksimal di ajang Thomas Cup 2024," kata Dito dalam laman Kemenpora.
Tren Positif Jojo
Takluk di China bukan berarti kiamat bagi bulu tangkis Indonesia. Harapan untuk melanjutkan tren medali di kancah Olimpiade masih terbuka lebar, utamanya jika melihat penampilan tim Thomas di Chengdu.
Sebagai informasi, Indonesia mengirim enam partai dari cabang olahraga bulu tangkis untuk Olimpiade Paris 2024. Dua dari tunggal putra yaitu Jonathan Christie, Anthony Sinisuka Ginting, satu ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, satu tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung, ganda putri Apriyani Rahayu/Siti Fadila Silva Ramadhanti, dan ganda campuran Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari.
Di ajang Piala Thomas, Ginting tak berkutik di hadapan Shi Yu QI. Menghadapi tunggal putra peringkat dua dunia itu, Ginting seperti kehilangan fokus dan sangat terbebani hingga harus menyerah dua set langsung 21-17, 21-6.
Tapi jangan lupa, pemain kelahiran Bandung, 20 Oktober 1996 ini tampil memukau di All England pada Maret lalu, di mana ia melaju hingga final. Ginting mengalahkan Kenta Nishimoto, menyingkirkan unggulan pertama Victor Axelsen, dan melewati hadangan pemain Prancis Christo Popov. Ia akhirnya kalah dari rekan senegaranya, Jonatan Christie 21-15-21-14, pada partai final.
Melihat penampilan Ginting belakangan ini, bukan tidak mungkin ia mengulang prestasinya di Olimpiade empat tahun lalu ketika mempersembahkan medali perunggu di Tokyo.
Tunggal putra lainnya, Jonatan Christie boleh dibilang sekarang ini pemain paling siap bertarung di Olimpiade Paris. Setelah mengakhiri puasa gelar juara tunggal putra All England beberapa waktu lalu, Jojo – sapaan akrabnya – menyapu bersih enam pertandingan Piala Thomas 2024 dengan kemenangan.
Di fase penyisihan grup, ia menundukkan Nadeem Dalvi dari Inggris, lalu Saran Jamsri dari Thailand, kemudian Lakshya Sen dari India. Setelah itu di babak perempat final Jojo menaklukkan pebulu tangkis asal Korea Selatan, Cho Geongyeop, untuk bisa bertemu Wang Tzu Wei dari China Taipe yang ia kalahkan dua set langsung.
Melawan Li Shing Feng di partai final, Jonatan yang membawa beban karena Indonesia tertinggal 0-2, mampu bermain dengan tenang dan percaya diri meski pemain lawan mendapat dukungan penuh suporter tuan rumah.
Gemuruh pendukung China di Chengdu tidak menyurutkan semangat pemain 15 September 1997 itu berhasil menunda kemenangan tuan rumah lewat rubber set 16-21, 21-15, 17-21.
“Saya mengapresiasi penampilan Jojo yang sudah tertinggal 0-2 dia masih bisa mengeluarkan fighting spirit-nya dengan sangat baik, meskipun secara mental pasti tidak mudah bagi Jojo tapi dia bisa memberikan satu poin kemenangan untuk Indonesia,” kata Yuni Kartika, tim AD Hoc PBSI.
Dengan demikian, Jonatan Christie meneruskan tren positif tidak terkalahkan di 16 pertandingan dalam total tiga turnamen yang diikuti dari All England hingga Piala Thomas. Hasil ini menjadi modal bagus bagi Jonatan menghadapi Olimpiade Paris 2024.
Ganda Putra Hanya Satu Wakil
Di sektor ganda putra, pasangan Fajar/Rian juga kalah dari Liang Wei Keng/Wang Chang meski mampu memberikan perlawanan sengit. Fajri akan menjadi satu-satunya wakil ganda putra Indonesia di ajang Olimpiade 2024 setelah Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin tidak memiliki poin yang memenuhi syarat untuk tampil di Paris.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI Ricky Subagja menyayangkan kegagalan dua pasang ganda putra ini lolos ke Olimpiade. Menurut pandangannya, baik Bagas/Fikri maupun Leo/Daniel memiliki peluang besar, namun penampilan mereka tidak sesuai harapan di masa-masa genting pengumpulan poin.
Dengan kondisi ini, pemain harus berjuang empat tahun ke depan untuk bisa tampil di Olimpiade. Perjuangan selama empat tahun mendatang dipastikan tidak akan mudah. Selain usia yang bertambah, juga akan muncul bakat-bakat baru, apalagi persaingan di ganda putra sangat ketat karena hampir di setiap negara memiliki ganda putra menjanjikan.
Baca juga:
- Piala Thomas dan Uber 2024: Secercah Harapan untuk Regenerasi Bulu Tangkis Indonesia
- Hari Pendidikan Nasional: Menciptakan Sekolah yang Menyenangkan Tanpa Kekerasan Masih Sekedar Impian
- Tiket Konser Sheila On 7 Ludes Terjual dan Alasan Ilmiah Seseorang Sulit Menerima Musik Baru
- Kasus Mayat Perempuan dalam Koper: Terminologi Femisida Masih Awam di Telinga Masyarakat
"Seperti Bakri atau katakanlah atlet Pelatnas saat ini, apakah bisa menunggu empat tahun ke depan. Nah, ini justru atlet harus kasih lebih saat diberikan kesempatan," kata Ricky.
"Kesempatan itu ada, dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Itu harapan saya. Ini penekanan, harusnya kan semangatnya lebih, keinginan yang kuat saya harus masuk, karena kesempatan ada."
Tradisi Medali di Olimpiade
Bulu tangkis menjadi cabor andalan Indonesia di ajang multi-event Olimpiade. Sejak debut dipertandingkan pada 1992, bulu tangkis kerap menyumbang medali untuk kontingen Indonesia. Tercatat hanya sekali cabang tepok bulu ini gagal membawa pulang medali.
Pada 1992, bendera Merah Putih berkibar setelah atlet tunggal putra Alan Budikusuma mengalahkan Ardy Wiranata di final sesame Indonesia. Indonesia saat itu juga menyabet medali emas lewat sektor tunggal putri yang dimenangkan Susi Susanti.
Sejak saat itu, atlet bulu tangkis Indonesia nyaris tak pernah absen di podium Olimpiade. Di edisi 1996, ganda putra Ricky Subagja/Rexy Mainaky merengkuh emas, dilengkapi medali perunggu dari pasangan Antonius Ariantho/Denny Kantono. Ada pula Mia Audina dan Susi Susanti yang masing-masing membawa perak dan perunggu.
Empat tahun kemudian ganda putra Tony Gunawan/Candra Wijaya mempertahankan emas, sedangkan Hendrawan membawa pulang medali perak. Ganda campuran Tri Kusharjanto/Minarti Timur menyumbang medali perak.
Lalu pada 2004, medali perunggu dipersembahkan pasangan ganda putra Eng Hian/Flandy Limpele. Di tahun yang sama, Taufik Hidayat merengkuh emas dan Sony Dwi Kuncoro menempati peringkat tiga.
Pada 2008, bulu tangkis menyumbang satu medali emas lewat pasangan ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan, satu perak dari Nova Widianto/Liliyana Natsir, dan satu perunggu melalui Maria Kristin Yulianti.
Setelah tanpa podium pada edisi 2012, tradisi medali Olimpiade dari cabang bulu tangkis Indonesia kembali bergeliat dengan raihan emas di Rio de Janeiro lewat pasangan Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir. Terakhir empat tahun lalu, giliran Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan Anthony Sinisuka Ginting yang membawa pulang emas serta perunggu.