Rupiah Akan Kembali Menguat, Arus Modal Asing Berpotensi Balik Lagi
SAMOSIR - Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Juli Budi Winantya menyampaikan BI terus memantau perkembangan suku bunga acuan Amerika Serikat dan situasi memanasnya situasi geopolitik global sebagai indikator pertimbangan respons kebijakan.
Menurut Juli kedua hal tersebut diperlukan sebagai indikator pertimbangan BI dalam memutuskan kenaikan suku bunga BI-Rate untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
BI memperkirakan, rupiah akan tetap stabil sekitar Rp16.200 per dolar AS pada triwulan II 2024, Rp16.000 per dolar AS pada triwulan III 2024 dan Rp15.800 per dolar AS pada triwulan IV 2024.
Adapun, berdasarkan data transaksi 22-25 April 2024, investor asing di pasar keuangan domestik mencatatkan jual neto sebesar Rp2,47 triliun. Aksi jual investor nonresiden ini menurun drastis jika dibandingkan dengan periode 16-18 April 2024 yang mencapai Rp21,46 triliun.
Namun, sejak awal 2024 hingga 25 April 2024, investor asing di pasar keuangan domestik membukukan jual neto senilai Rp28,56 triliun. Ini terdiri dari jual neto sebesar Rp47,26 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp9,68 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp9,02 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Juli menyampaikan penguatan rupiah akan sejalan dengan masuknya arus modal asing. Oleh sebab itu, kenaikan suku bunga dalam jangka panjang diharapkan akan membuat rupiah kembali menguat.
”Dari sisi untuk mendorong pertumbuhan, ada instrumen lain yang nanti akan diberikan insentif,” kata Juli dalam acara diskusi Perkembangan Ekonomi Terkini dan Respon Bauran Kebijakan BI, di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu, 28 April.
Oleh sebab itu, Juli menilai dampak kenaikan suku bunga terhadap sektor riil dan pertumbuhan ekonomi relatif terbatas.
Selain itu, pada triwulan II 2024 dan triwulan III 2024, diperkirakan pertumbuhan ekonomi masih dapat lebih tinggi dari triwulan IV 2023 sebesar 5,04 persen. Adapun secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi berkisar 4,7 persen hingga 5,5 persen pada 2024.
Juli menyampaikan dengan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), BI memperkirakan adanya tambahan likuiditas perbankan sebesar Rp81 triliun pada pertengahan 2024. Oleh sebab itu, total insentif yang diberikan menjadi Rp246 triliun.
"Kebijakan ini akan diberikan untuk sektor perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor berdaya ungkit dan memiliki profil risiko yang rendah," jelasnya.
Baca juga:
Senada, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual, menyampaikan, tambahan likuiditas tersebut bisa dimanfaatkan oleh industri perbankan dan dapat memberikan efek domino untuk perekonomian Nasional.
Menurut David, kenaikan suku bunga acuan BI-Rate dinilai tidak memberikan efek signifikan terhadap suku bunga kredit perbankan.
”Kami juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sekitar 5-5,2 persen. Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit relatif di sekitar 10 persen. Jadi, belum ada pengaruh yang signifikan (dari kenaikan suku bunga acuan) selama variabel-variabelnya bergerak drastis yang dapat memengaruhi ekspektasi,” ujarnya.