Jangan Anggap Remeh Tantrum karena Bisa Sebabkan Pribadi yang Tak Punya Empati
JAKARTA – Tantrum menjadi tantangan tersendiri bagi para orangtua. Jika tidak diatasi dengan benar, anak yang terbiasa tantrum berpotensi tumbuh menjadi dewasa yang nir-empati.
Belum lama ini publik dibuat geram oleh kelakuan suster pengasuh atau babysitter anak selebgram asal Malang, Emi Aghnia atau @emighnia. Dalam foto unggahannya, Emy memperlihatkan kondisi putrinya yang baru berusia empat dalam keadaan lebam di bagian mata serta luka di bagian telinganya.
Setelah ditangkap, suster berinisial IPS ini mengaku melakukan penganiayaan karena korban tantrum menolak untuk diobati. Penolakan ini membuat sang babysitter jengkel hingga akhirnya menganiaya anak Emy.
Belum lagi cerita artis Nikita Willy yang menangis karena energinya terkuras akibat seharian menghadapi anaknya, Issa Xander, yang sedang tantrum.
"2 hari lalu Issa tantrum cukup lama, ya seperti toddler pada umumnya dia mencoba mengekspresikan kemarahannya dan rasa frustasinya ketika dia tidak mendapatkan hal yang dia mau. Saat dia sudah tenang, aku menidurkannya di kamarnya,” curhat Nikita di akun Instagramnya.
“Setelah itu aku merasa sangat lelah mungkin dari kerja atau kegiatan di hari itu dan juga setelah menghadapi anak yang tantrum. Tapa sadar tiba tiba aku menangis, karena aku merasa drained (energi terkuras)" imbuhnya.
Fenomena Alami
Tantrum dianggap menjadi salah satu momen menakutkan bagi orangtua. Ketika anak tantrum, biasanya mereka menangis, berteriak, sampai menghentak-hentakkan kaki atau merajuk dengan duduk di lantai sambil menendang-nendangkan kakinya.
Mengutip laman Kementerian Kesehatan, tantrum adalah masalah perilaku yang umum dialami oleh anak-anak prasekolah yang mengekspresikan kemarahan mereka dengan tidur di lantar, meronta-ronta, berteriak, dan biasanya menahan napas.
“Tantrum merupakan suatu ledakan perilaku yang mencerminkan respons disregulasi perasaan frustrasi anak,” kata Dr. dr I Gusti Ayu Trisna Windiani, SpA(K) dalam seminar daring Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengenai Tantrum: Bagaimana Mencegah dan Mengatasinya?
Meski kerap membuat khawatir, dr Trisna memastikan bahwa tantrum merupakan perkembangan yang normal. Namun, menangani anak tantrum tidak bisa sembarangan, dibutuhkan kesabaran dan keteguhan hati orangtua supaya tidak kalah dengan anak tantrum.
Untuk itu, penting bagi orangtua untuk terus memantau perkembaangan sosial dan emosional anak berdasarkan usia anak.
Baca juga:
- Meraba Peta Politik Indonesia Pacsa MK Tolak Seluruh Gugatan Sengketa Pilpres 2024
- Berharap Tak Ada Antiklimaks Usai Penuhi Target di Piala Asia U23
- Setelah Tak Lagi Berstatus Daerah Khusus Ibu Kota, Pilkada Jakarta Tetap Panas?
- Berharap Lanjutkan Kesuksesan, Film Siksa Kubur dan Badarawuhi Tuai Sentimen Negatif dari Warganet
“Misalnya di usia 15 bulan anak harus bisa menunjukkan empati, saat seseorang menangis, anak akan terlihat sedih. Atau membalas pelukan orang dewasa, dan lainnya,” ucap dr. Trisna.
Walau disebut proses alami dan terjadi di hampir semua anak, dr. Trisna menjelaskan sejumlah penyebab tantrum, di antaranya karena kondisi fisiologis anak maupun masalah kesehatan.
“Anak yang lelah, lapar, bosan atau frustrasi bisa membuat tantrum. Selain itu ketika mengalami kesehatan seperti gangguan tidur juga bisa memicu tatrum,” imbuhnya.
Tantrum juga bisa terjadi ketika anak menginginkan atau menolak sesuatu, mencari perhatian orangtua. Selain itu, anak berkebutuhan khusus juga berpotensi mengalami tantrum lebih sering karena ia tidak mampu menyampaikan apa yang ia inginkan dengan baik.
Tantrum dan Gawai
Tak bisa dimungkiri, gadget atau gawai sudah menjadi salah satu ‘sahabat’ anak di era sekarang. Padahal sejumlah penelitian menyatakan membiarkan anak, terutama yang berusia di bawah lima tahun, bermain gadget terlalu lama bukan hal bijak.
Anak yang sering bermain gawai lebih mudah terpapar radiasi emisi yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, bermain gawai terlalu lama juga bisa menurunkan konsentrasi anak dan memicu tantrum.
“Anak yang menonton atau memainkan gadget lebih dari 20 menit, 66 persen mengalami tempered tantrum,” jelas dr. Trisna.
“Paparan gadget terlalu lama dapat mengubah perilaku menjadi negatif,” imbuh dokter lulusan Universitas Udayana tersebut.
Dokter Trisna mengatakan, tantrum tidak bisa dianggap sepele. Membiarkan anak tantrum secara terus menerus bisa berakibat buruk untuk kondisi psikologi anak di masa yang akan datang.
“Anak yang terus-terusan tantrum sedari kecil akan berpengaruh pada perilakunya ketika sudah besar, di antaranya tidak punya sifat empati. Makanya, orangtua haru lebih hati-hati dan aware terhadap perkembangan mental anak,” tandasnya.