Timur Tengah Memanas, Pertamina Siap Redam Kenaikan Harga Minyak
JAKARTA - Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso buka suara terkait konflik Israel dan Irak yang memanas serta mengakibatkan harga minyak dunia mendidih.
Fadjar menyebut sejatinya pergerakan harga minyak dunia memang fluktuatif dan bukan terjadi saat ini saja. Untuk itu ia mengaku telah menyiapkan mitigasi untuk meredam dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap perusahaan.
"Kondisi masih aman, upaya-upaya untuk mengendalikan biaya juga terus dilakukan seperti pemilihan crude yang optimal, pengelolaan inventory, efisiensi biaya pengangkutan dan maksimalisasi produksi high valuable product," ujar Fadjar saat dihubungi VOI, Selasa 16 April.
Fadjar bilang, prioritas perusahaan saat ini adalah menjaga ketahanan energi nasional agar tidak terganggu. Apalagi, kata dia, Indonesia tidak mengimpor crude atau minyak mentah dari Iran.
"Kita tidak ada dari Iran, jadi pasokan Crude aman," sambung Fadjar.
Meski demikian Fadjar berharap eskalasi konflik antara kedua negara di Timur Tengah tersebut tidak terjadi karena akan berimbas pada rantai pasok.
"Kita berharap tidak ada eskalasi konflik," imbuh Fadjar.
Sebelumnya Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji memastikan RI tidak memiliki kerja sama impor BBM dan crude dengan Iran menyusul konflik antara Iran dengan Isral yang muali memanas.
Baca juga:
"Tidak ada (impor dari Iran). Walau kita jalin kerja sama dengan Iran tapi tidak mudah lakukan karena implementasinya sampai saat ini tidak ada," ujar Tutuka dalam webinar bertajuk "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI", Senin, 15 April.
Tutuka menjelaskan, badan usaha migas milik RI, Pertamina paling banyak mengimpor BBM dari Singapura sebesar 56,58 persen dan Malaysia menduduki posisi kedua yakni sebesar 26,75 persen. Sedangkan LPG paling banyak diimpor dari Amerika Serikat sebesar 45 persen dan disusul oleh Uni Emirat Arab dan Qatar.
"Jadi di sini kita melihat ada negara yg bisa terlibat konflik ya, misal di LPG dengan Amerika yang berhubungan dengan impor LPG-nya. Untuk impor crude indonesia sebagian besar dari Saudi Arabia dan Nigeria. Jadi kalau dari Saudi Arabia tentunya berpengaruh ya," sambung Tutuka.