Membaca Arah Jokowi akan Berlabuh

JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyantomembuat pernyataan yang mengejutkan. Ia mengatakan ada upaya Presiden Joko Widodo ingin merebut kursi Ketua Umum PDIP dari tangan Megawati Soekarnoputri.

Menurut Hasto dia mendengar ada seorang menteri powerfull yang diutus menemui mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Ke-9 dan Menteri otonomi Daerah di jaman Presiden Abdurrahman Wahid dan mantan Dewan Pertimbangan Presiden di Jaman SBY.

Pernyataan Hasto itu tentu mengundang polemik dan kontroversi sejumlah pihak. Presiden sendiri menanggapi pernyataan itu dengan seloroh khasnya. "Lho katanya soal Ketua Umum Golkar. jangan begitulah," kata Jokowi kepada wartawan yang mengkonfirmasi pernyataan Hasto itu. Jokowi juga meminta Hasto untuk tidak membuat pernyataan yang mendiskreditkan darinya.

Politisi senior PDIP Andreas Hugo Pareira menyebut, Hasto adalah Sekjen Partai pasti dia memiliki informasi dan lalu lintas informasi di dalam dan sekitar partainya.

"Jadi saya kira apa yang disampaikan Hasto ada dasarnya, dia menyampaikan informasi itu ke publik itu tidak asal-asalan. Tapi jika Jokowi membantah itu hal yang wajar- wajar saja, "katanya saat Dialog di TvOne.

Menurutnya Andreas, sebagai partai yang mapan, punya sejarah panjang, memiliki basis massa yang besar siapa yang tidak ingin menjadi ketua umum. "Tetapi kepemimpinan Ibu Mega yang kuat baik didalam atau di luar negeri. Saya kira apa yang disampaikan Hasto mungkin sesuatu yang perlu diketahui publik," katanya.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin sempat menepis pernyataan Hasto. Bahkan Ngabalin yang berdialog dengan Andreas menitipkan pesan untuk disampaikan kepada Hasto.

"Tolong sebut saja nama menteri yang disebut powerfull itu agar tidak menimbulkan fitnah baru. Jadi untuk menjaga reputasi Hasto harus kasih tahu siapa menteri itu. Dalam rangka diseminasi politik dan komunikasi yang bagus, saya dari lubuk yang paling dalam bilang pada Hasto kasih tahu siapa menteri Powerfull itu, buka saja" ujarnya.

Hasto diketahui beberapa kali mengeluarkan pernyataan kontroversi dan polemik yang terkesan menyerang presiden. Sebelumnya saat berbicara di acara podcast Akbar Faizal, Hasto menuding Presiden Jokowi adalah orang yang telah membakar rumahnya sendiri yaitu PDIP, karena berkiblat dan mendukung pasangan lain, bukan capres pilihan partainya yaitu Ganjar-Mahfud. Baru-baru ini Hasto juga menyebut dan mempersamakan Gibran seperti sopir truk yang menabrak kendaraan Tol Halim Utama.

Sejauh ini belum ada konfirmasi dan klarifikasi yang jelas terkait tudingan kepada presiden Jokowi yang berniat merebut kursi Ketua Umum PDIP dari tangan Megawati. Karena Hasto sendiri menyamarkan sosok menteri yang diutus Jokowi ke Ryaas Rasyid untuk membujuk Megawati. Sejumlah pihak yang disebut-sebut Hasto juga belum mengkonfirmasi kebenaran pernyataan Hasto itu.

Jokowi Itu King Maker

DOKUMENTASI/Presiden Jokowi bersama Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri/ANTARA

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai sosok Jokowi masih memiliki elektabilitas yang tinggi di mata publik dinilai dan pantas untuk menduduki posisi king maker di tanah air. Tak tanggung tingkat keterpilihan Jokowi di dunia politik mengalahkan posisi seniornya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Selain itu Burhanuddin Muhtadi menilai andai saja Jokowi menjadi salah satu kontestan di Pemilu 2024 dipastikan akan menjadi juaranya. Kenyataannya, Jokowi tidak meju namun bila ia mengendorse salah satu pasangan calon tertentu dipastikan pasangan calon tersebut akan tampil sebagai pemenangnya. Hal itu terbukti dengan terpilihnya pasangan Prabowo-Gibran yang menang dalam satu putaran. Sebaliknya Ganjar-Mahfud yang notabene pasangan dari PDIP asal Partai Jokowi karena tak diendorse sosok itu dan terkesan berseberangan dengan Jokowi berakhir dengan kekalahan.

Pandangan yang sama juga diungkapkan Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi mengatakan jika presiden sebelum-sebelumnya akan mengambil jarak dengan pemerintahan selanjutnya setelah tak lagi menjabat. Namun tidak dengan Jokowi, menurut Djayad telah diprediksi Jokowi akan mengambil strategi lain untuk tetap bisa berpengaruh.

Posisi yang tepat kata dia menjadi King Maker. Menurut Djayadi ada dua alasan posisi itu pantas untuk Jokowi. Alasan pertama ada dua anaknya di pemerintahan, Boby Nasution dan Gibran Rakabuming Raka. Kedua Jokowi masih meninggalkan sejumlah proyek strategis, yang harus dipastikan keberlanjutannya dan berjalan sesuai dengan idenya, agar jadi warisan tradisinya.

Modal untuk menjadi King Maker telah dimiliki yakni kemampuan untuk mempertahankan situasi di tengah ancaman krisis ekonomi. Kemampuan sebagai King Maker makin terbukti setelah pasangan yang didukung nya menjadi pemenang Pilpres. Orang jadi bertanya-tanya langkah selanjut Jokowi apa setelah itu. Sehingga beredar berbagai isu, semula diisukan mengincar posisi Ketua Umum Partai Golkar dan terakhir disukan juga mengincar kursi Ketua Umum PDIP.

Ada Tempat Terhormat di Partai Golkar

Ketum Golkar Airlangga Hartarto/FOTO: Nailin In Saroh-VOI

Sebagian elit golkar mendukung dan welcome dengan rencana bergabungnya Jokowi di partai itu mesti belum jelas benar rencana tersebut. Bahkan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, juga sudah menyatakan kesediaannya dan menjanjikan tempat terhormat jika Jokowi bersedia bergabung.

Sementara Politisi senior partai Golkar dan wakil presiden ke 10 dan 12, Jusuf Kalla mengatakan siapa saja boleh bergabung ke Golkar. Tapi tapi untuk menjadi pengurus ada syarat syaratnya. Apalagi untuk menjadi ketua umum, syaratnya mereka sudah menjadi pengurus sekurang-kurangnya 5 tahun.

Pernyataan JK terkait berbagai persyaratan menjadi ketum itu disanggah oleh politisi senior golkar Ridwan Hisyam. Dia menegaskan Jokowi sebelum masuk ke PDIP sudah menjadi kader partai yang berlambangkan pohon beringin di Solo pada tahun 2015. Jokowi sangat berpeluang menjadi ketua umum. Tergantung dari pemegang suara Golkar, jika menghendaki bisa saja dia menjadi ketua umum.

Lalu Ridwan menceritakan jejak perjalanan keanggotaan Jusuf kalla, sebelum Golkar menjadi partai. Jusuf kalla tidak pernah menjadi pengurus partai, sebelumnya dia adalah Ketua Hipmi (Himpunan Pengusaha) dan ketua Kadin di Sulawesi Selatan.

"Jadi kalau ada syarat harus pernah menjadi pengurus Golkar, Jusuf kalla harus nggak bisa jadi ketua umum karena belum pengurus. Tapi karena mayoritas pemilik suara menghendaki dia bisa menjadi ketua umum Golkar," katanya.

Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno mengatakan harus ada mutual interest atau kepentingan bersama yang menjadi titik temu antara Jokowi dan golkar.

"Pertanyaan apakah Jokowi mau menjadi keluarga besar Golkar dan apa juga Golkar bersedia menerima Jokowi. Kalau tidak narasi itu hanya jadi isapan jempol," kata Adi Prayitno kepada VOI.

Tapi diakui Adi ada narasi narasi yg dibangun seolah olah Jokowi akan bergabung ke Golkar. Tetapi kata Adi, Jika Jokowi punya intensi dan ingin punya pengaruh ya harus jadi ketua umum partai besar.

Sementara peluang partai lain yang bisa menjadi tempat berlabuh untuk menjadi ketua umum adalah PDIP. Namun mendengar pengakuan elit PDIP Jokowi kembali ke PDIP sepertinya mustahil, melihat luka yang ditimbulkan pasca Pilpres kemarin.Tetapi tidak ada yang tahu perkembangan apa yang akan terjadi dan kemana arah Jokowi akan berlabuh.Apakah seperti yang sudah sering didengungkan dia akan kembali ke Solo dan menepi setelah tak menjabat. Semua kemungkinan itu masih bisa terjadi