Bulog Sebut Harga Beras Baru Bisa Turun Rp200 per Kg meski Sudah Masuk Musim Panen

JAKARTA - Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) mengungkapkan bahwa harga gabah mulai berangsur turun seiring dengan masuknya musim panen. Meski begitu, harga beras di pasaran diperkirakan baru bisa turun sebesar Rp200 per kilogram (kg).

Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Bulog Mokhamad Suyamto menjelaskan beberapa wilayah sudah masuk musim panen, sehingga harga gabah kering panen (GKP) berangsur turun menjadi sekitar Rp7.000 hingga Rp7.200 dari sebelumnya di atas Rp8.000 per kg.

“Alhamdulillah sekarang di beberapa lokasi sudah mulai panen, harga gabah kering panen juga cenderung turun yang kemarin sempat di atas Rp8.000 sekarang di angka Rp7.000,” katanya dalam diskusi di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu, 20 Maret.

Seiring dengan penurunan harga gabah, sambung Suyamto, harga beras di penggilingan juga terkoreksi. Pasokan beras ke ritel modern juga sudah mulai bertambah dan diyakini akan membuat harga beras di pasaran berangsur-angsur turun.

“Beras di produsen penggilingan Rp12.000 sampai Rp13.000. Nanti mudah-mudahan segera di tingkat konsumen segera turun,” jelasnya.

Meski harga beras di tingkat penggilingan sudah turun, Suyamto mengatakan bahwa harga beras di tingkat konsumen baru bisa turun Rp200 per kg.

“Kami memantau memang sudah terjadi penurunan. Memang belum siginifkan masih sekitar Rp100 sampai Rp200,” ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurti menyatakan harga beras akan sulit kembali ke titik semula seperti tahun lalu. Dimana harga rata-rata nasional beras premium dibanderol Rp12.500 per kilogram (kg).

“Menurut perhitungan kami, di Bulog harga itu akan sulit untuk kembali ke titik semula seperti setahun yang lalu,” katanya dalam acara diskusi Bicara BUMN, di Media Center Kemeterian BUMN, Jakarta, Senin, 18 Maret.

Alasannya, kata Bayu, harga produksi gabah saja saat ini sudah sangat tinggi. Upah tenaga kerja menjadi salah satu penyumbang kenaikan harga gabah.

“Upah tenaga kerja yang jadi biaya produksi gabah itu naik. UMR kan naik berarti nanti upah tenaga kerja informal akan naik,” ujar Bayu.

Tak hanya upah tenaga kerja, menurut Bayu, naiknya harga sewa lahan beserta biaya pupuk juga menjadi bagian penyumbang kenaikan harga produksi gabah.

“Dengan kenaikan secara internasional kenaikan bahan bakar, maka pupuk juga naik. Jadi biaya-biaya produksi yang dihadapi oleh petani sudah naik,” kata Bayu.

“Jadi menurut saya kita harus juga melihat itu sebagai faktor yang real-nya begitu dan tentu kita tidak senang, tidak gembira melihat itu, tapi faktanya demikian,” sambungnya.