"Teriakan" Pelaku Usaha Agen Travel yang Sudah Rugi Rp4 Triliun di Februari
JAKARTA - Pemerintah mengeluarkan paket stimulus I dan II dalam menghadapi dampak ekonomi akibat COVID-19. Untuk industri pariwisata, pemerintah memberlakukan pemberian subsidi pada tiket pesawat.
Selain itu adanya SKB menteri di luar paket fiskal yang berhubungan dengan penambahan hari libur, diharapkan dapat mendongkrak kembali pendapatan di bidang pariwisata. Namun menurut pelaku usaha, hal itu tidak semata-mata berdampak signifikan terhadap kurva pendapatan mereka.
Subsidi pada tiket pesawat dianggap berbanding terbalik dengan urungnya minat masyarakat untuk bepergian di masa pandemik COVID-19. Para pengusaha di bidang pariwisata mengaku pesimis, dan menganggap masih ada solusi lain yang bisa diterapkan di bidang pariwisata.
"Belum terlihat langkah konkret dari pemerintah untuk membantu travel agent. Kerugian kami selama bulan Februari mencapai Rp4 triliun. Penurunan penjualan dan pembatalan tiket sudah mencapai 90 persen, dan diprediksi akan bertambah seiring berkembangnya daerah terdampak, dan anjuran lockdown/tinggal di rumah," ujar Pauline Suharno, ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) kepada VOI, Sabtu 14 Maret.
Selain itu, tambah Pauline, relaksasi pajak diharapkan dapat dikaji ulang untuk para pengusaha di sektor pariwisata bila tidak ingin sektor ini gulung tikar. Relaksasi PPH 21, PPH 25, pajak reklame, hingga peninjauan aturan PHK dalam keadaan force majeure diharap bisa dipertimbangkan kembali.
“Pada paket stimulus I dan II relaksasi pajak hanya untuk sektor tertentu, dan anggota kami tidak termasuk dalam paket stimulus I dan II. Sepanjang bulan Maret beberapa karyawan sudah mulai dirumahkan dan kalau tidak ada perbaikan kami terpaksa melakukan PHK di bulan April nanti," tambah Pauline.
Para pengusaha di Bali, sebagai provinsi dengan kontribusi devisa pariwisata terbesar di Indonesia (40 persen dari devisa pariwisata nasional di tahun 2019, dilansir dari swa.co.id) juga mengaku pesimis dengan kucuran dana yang masih jauh dibawah negara-negara terdampak lainnya.
Ketua Bidang Perdagangan, Perindustrian & BUMN Hipmi Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih mengatakan bahwa kondisi Bali saat ini terbilang cukup memprihatinkan karena sepinya geliat pariwisata di daerah tersebut.
"Di Bali ini sepi, kalau sampe akhir tahun kita bisa gulung tikar semua gara-gara kebijakan ini. Pemerintah seharusnya bisa gerak cepat untuk menenangkan industri pariwisata dulu, atau setidaknya stimulus ini diberikan ke industri farmasi untuk menggenjot kebutuhan sanitasi dan kesehatan sehingga masyarakat bisa tenang, bukannya malah subsidi tiket pesawat atau kasih dana ke influencer," tambah Agung.
Tindakan Indonesia dalam menghadapi COVID-19 memang berbeda dengan negara lain. Pada bulan Januari misalnya, pemerintah belum menerapkan larangan kedatangan dari negara-negara yang terdampak COVID-19.
Pantauan kesehatan pendatang dari negara-negara tertular dilakukan melalui thermal scan dan Health Alert Card. Penemuan kasus positif COVID-19 pertama pun datang setelah pasien 01 menerima kabar rekannya yang positif terinfeksi COVID-19 di Malaysia.