Kapal Pembawa Bantuan Kemanusiaan Siap Merapat di Gaza Hari Ini Usai Negosiasi Alot dengan Israel
JAKARTA - Kapal pertama yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza akan merapat di wilayah kantong tersebut hari ini, menurunkan 200 ton bantuan yang sangat dibutuhkan warga Palestina, setelah adanya kesepakatan usai negosiasi alot dengan Israel, kata Open Arms, organisasi non-pemerintah.
Kapal tersebut, yang membawa rakit apung berisi makanan dan obat-obatan yang disumbangkan oleh Pemerintah UEA dan badan amal, akan mendarat di dermaga kecil yang dibangun oleh kelompok bantuan tersebut.
Ini adalah kapal pertama dari beberapa kapal yang digunakan oleh UEA dan World Central Kitchen untuk membawa bantuan melalui koridor maritim.
"Kami hanya memiliki satu misi. Kami melakukan segala daya kami untuk melakukan segala sesuatunya guna memenuhi misi kami," kata Laura Lanuza, direktur proyek dan komunikasi Open Arms, kepada The National News, seperti dikutip 14 Maret.
Negara-negara donor dan kelompok bantuan berharap ini akan menjadi misi pertama dari banyak misi lainnya.
Misi tersebut dilakukan pada saat badan utama PBB di Gaza, UNRWA, menghadapi perselisihan sengit dengan pemerintah Israel mengenai klaim dukungan yang tidak terbukti terhadap Hamas dan krisis pendanaan.
Israel telah memblokir konvoi darat memasuki Gaza, yang menyebabkan krisis kemanusiaan. Jalur Gaza, yang dihuni lebih dari dua juta orang, berada di ambang kelaparan. Koridor laut bisa menjadi jalur penyelamat bagi banyak keluarga miskin.
Di mana Open Arms akan berlabuh masih dirahasiakan. LSM tersebut akan mengatur pendaratannya sendiri.
World Central Kitchen, sebuah badan amal AS yang dijalankan oleh koki terkenal Spanyol-Amerika Jose Andres, telah menyiapkan muatan makanan yang ditarik oleh kapal dengan tongkang dengan dana dari UEA.
Laut dinilai dapat menjadi jalan tengah yang dapat mengatasi masalah tertundanya truk bantuan, namun lebih murah dibandingkan bantuan yang diberikan dan dapat menyalurkan volume yang lebih besar, ketika struktur pelabuhan sementara telah dibangun.
Di sinilah Open Arms menampilkan dirinya sebagai kelompok bantuan yang gesit dan tidak mau menunggu perubahan geopolitik, kata Lanuza.
"Tim kami dan World Central Kitchen mulai mengerjakan proyek teknis yang harus kami presentasikan ke Israel,” katanya.
"Karena meskipun koridor tersebut disetujui oleh Israel, tidak ada seorang pun yang bersedia membangunnya, jadi kami harus menutupi bagian teknisnya," lanjutnya.
"Jadi kami membuat proyek teknis ini, kami mempresentasikannya ke Israel, dan mereka menyetujuinya. Bagian tersulitnya adalah mil terakhir karena tidak adanya pelabuhan di Gaza," ungkapnya.
"Pendaratan harus dilakukan di tepi pantai. Dan itu membuatnya sangat sulit karena makanan tidak bisa dimasukkan ke dalam air," tandas Lanuza.
Badan amal tersebut telah bekerja sepanjang waktu dengan mitranya di Gaza, termasuk para spesialis dari Uni Eropa, untuk membangun dermaga dari puing-puing.
Baca juga:
- Serangan Drone Ukraina Sukses Rusak Kilang Minyak Rusia
- Hamas Nilai Rute Bantuan Maritim untuk Gaza Tidak Memadai dan Terlalu Lambat
- Ajudan Navalny Khawatirkan Keselamatannya dan Warga Pengasingan Beberapa Jam Sebelum Penyerangan
- Amerika Serikat Akui Peran UNRWA Tidak Tergantikan, Tapi Penghentian Pendanaan Bisa Jadi Permanen
“Itu adalah tantangan besar,” kata Lanuza.
“Tetapi akhirnya kami bisa mengatasinya, akhirnya kami melakukan semua pembicaraan ini di Siprus, dengan Menteri Luar Negeri Siprus, dengan pemerintah Siprus, dari kedutaan Palestina, dan juga dengan Israel.”
Rincian lengkap mengenai rencana tersebut dirahasiakan, karena kekhawatiran mengenai distribusi bantuan yang aman dan terorganisir. Informasi tersebut mencakup lokasi dermaga darurat dan bagaimana bantuan dari kapal tongkang akan mencapai pantai.