Polisi Tetapkan Tersangka Penganiayaan Santri hingga Tewas di Kalianda Lampung
LAMPUNG - Kepolisian Resor Lampung Selatan menetapkan satu orang tersangka dalam kasus kematian seorang santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda 606 Desa Agom, Kecamatan Kalianda, yang diduga menjadi korban penganiayaan.
"Kita sudah melakukan pemeriksaan terhadap 12 orang saksi dan kemarin kita sudah gelar perkara penetapan tersangka terhadap satu orang berinisial A (17)," kata Kapolres Lampung Selatan AKBP Yusriandi Yusrin dilansir ANTARA, Rabu, 13 Maret.t
Kapolres mengatakan tersangka A diduga melakukan pemukulan pada bagian perut korban hingga mengakibatkan korban meninggal dunia pada malam latihan persiapan kenaikan sabuk pencak silat di Pondok Pesantren Miftahul Huda 606.
"Nah, untuk ke depan, nanti kita akan gelar prarekonstruksi, baru selanjutnya kita rekonstruksi penuh untuk melengkapi berkas penyidikan," katanya.
Yusriandi mengatakan terduga pelaku merupakan salah satu pelatih pencak silat di ponpes tempat korban belajar.
Baca juga:
- KawalPemilu Tak Temukan Kecurangan Pilpres, Anies: Pemilu Bukan Hanya Saat Penghitungan
- KPK Ungkap Tersangka di Kasus Korupsi Jalan Tol Sumatera Lebih dari 2 Orang
- Bawaslu Tegaskan Pelaku Intimidasi di PSU Kuala Lumpur Dapat Dipidana
- AHY Bahas Posisi Demokrat di Kabinet Setelah KPU Nyatakan Prabowo-Gibran Resmi Menang
"Pelaku adalah pelatih dan juga masih kategori santri, namun dia sudah senior dan sudah didaulat sebagai pelatih dari korban. Untuk motifnya, ini soal mahar inisiatif dari mereka sendiri. Kita juga sudah mengambil keterangan dari ahli pencak silat soal mahar berbentuk kekerasan fisik itu dan ahli itu mengatakan tidak ada," ujarnya.
Peristiwa dugaan penganiayaan itu terjadi pada Minggu, 3 Maret 2024, sekira pukul 01.30 WIB di area Ponpes Miftahul Huda 606 Dusun Banyumas, Desa Agom. Korban penganiayaan itu adalah seorang santri berinisial M (16) ketika mengikuti latihan kenaikan tingkat di perguruan pencak silat PSHT.
"Untuk pasal yang kita terapkan kepada pelaku adalah Pasal 75C juncto Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," jelas Kapolres.