BEI: Pasar Memang Tengah Goyah Akibat COVID-19, Tapi Jangan Panic Selling
JAKARTA - Dua hari terakhir, pasar saham Indonesia terguncang keras. Bagaimana tidak, sejak kemarin hingga hari ini, Bursa Efek Indonesia harus melakukan penghentian perdagangan sementara 30 menit (trading halt) sebanyak dua kali karena amblas hingga 5 persen.
Anjloknya pasar saham Indonesia, tak lain tak bukan karena ikut terdampak wabah virus corona atau COVID-19. Terlebih, World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa virus corona telah menjadi pandemi.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun terengah-engah. Direktur Utama BEI Inarno mengimbau agar para investor bersikap bijak dalam melakukan investasi.
Ia ingin investor berrpikir realistis di tengah sebagian besar harga saham yang mengalami penurunan sangat dalam. “Kami di sini ingin investor untuk melihat situasi dengan realistis. Ini saatnya beli saham. Dari ROE (Return On Equity) kita tinggi sekali,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Jumat 13 Maret.
Inarno menjelaskan, bukan hanya pasar saham Tanah Air, namun hampir di semua bursa negara tetangga juga mengalami hal yang sama. Sehingga, pihaknya selaku regulator melakukan beberapa kebijakan seperti pelarangan shortselling dan mengubah kebijakan auto rejection.
“Ini agar at least investor itu tak ikut menjual. Karena kalau kita lihat secara mendalam, sayang kalau dijual pada harga ini. Investor harus rasional, jangan ikutan panik, kami bukan ngomongin protokol krisis, tapi kami ada hitung-hitungannya secara global,” tuturnya.
Inarno menambahkan, dalam situasi saat ini, pihaknya saling berkoordinasi dengan sesama regulator untuk melakukan langkah bersama dalam menekan pelemahan pasar modal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meminta agar investor tidak panik. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pemerintah selau berada di pasar dalam menjaga fundamental ekonomi
"Imbauan ke pengusaha yang punya portofolio di pasar modal, tidak perlu panik, yang baik kita lakukan untuk mengurangi dampak minimal. Kami punya protokol yang jelas dan transparan baik OJK dan Bursa," ujar Wimboh.
Menurutnya, penyebab turunnya IHSG lebih karena adanya sentimen negatif akibat melemahnya pergerakan di pasar modal dunia.
"Jadi kalau penyebab turunnya indeks di pasar modal lebih karena sentimen negatif. Pasar modal di seluruh dunia juga saling berkaitan. Jika satu turun, itu akan melebar ke mana-mana, termasuk Indonesia," tuturnya.
Dia pun melanjutkan, pemerintah telah mengumumkan program Stimulus Fiskal dan Non-Fiskal Jilid II. Stimulus ini memberi kemudahan bagi sektor riil yang kini terkena dampak wabah virus corona.
"Jadi stimulus pajak yang dikeluarkan ini (dampaknya) tidak langsung ke pasar modal. Tapi diharapkan bisa memberikan kontribusi pada pengusaha, terutama yang terkena, termasuk investor di pasar modal," jelasnya.