Asosisasi Energi Surya Sebut PLTS Atap Tidak Menarik bagi Rumah Tangga

JAKARTA - Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai PLTS Atap tidak menarik bagi pelanggan rumah tangga.

Ketua Dewan Pakar AESI, Arya Rezavidi mengatakan PLTS Atap justru lebih banyak diminati oleh pelanggan dari sektor industri.

Menurutnya, hal ini dikarenakan kebanyakan pelanggan rumah tangga menanfaatkan tenaga listrik dari PLTS Atap hanya pada malam hari.

Kondisi tersebut berbeda dengan pelanggan industri yang justru memanfaatkan energi surya pada siang hari.

"Industri enggak ada masalah karena diproduksi & dipakai siang hari juga. Malam engga ada masalah," ujar Arya kepada media dikutip Rabu, 6 Maret.

Faktor kedua, lanjut dia, adalah keputusan pemerintah untuk menghapus aturan ekspor impor listrik dalam Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

Padahal, sebelumnya pelanggan rumah tangga berharap dengan adanya aturan ekspor impor listrik ke PLN dapat mengurangi tagihan listrik dari perusahaan setrum pelat merah tersebut.

"Dulu kami harap dengan adanya ekspor impor ini, kelebihan yang siang hari tak terpakai ini dikirim dulu ke PLN. Jadi, kan kwh ekspor-impor. Jadi, dikirim dulu siang ke PLN, malam diambil lagi. Sekarang enggak ada lagi, enggak boleh. Jadi, enggak menarik untuk RT. Sementara RT ini kan investasi dengan berharap mengurangi biaya PLN-nya itu," beber Arya.

Sementara itu terkait penghapusan aturan ekspor impor, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu menjelaskan, alasan pemerintah menghapus aturan ekspor impor listrik yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap kepada PT PLN (Persero) untuk mengurangi tagihan listrik.

Dikatakan Jisman, aturan ekspor impor tersebut dihapus karena sejatinya ppenggunaan PLTS Atap dari rumah tanga jumlahnya tidak begitu besar atau hanya 2-3 persen per tahun.

"Kenapa tidak? Kita berani tidak mengeluarkan ekspornya karena faktanya dari 149 MW ini untuk yang rumah tangga ini ternyata yang ekspornya itu nggak lebih dari 2-3 persen angkanya dari PLN," ujar Jisman saat ditemui awak media di Kantor Kementerian ESDM, Selasa, 5 Maret.

Kata Jisman, listrik yang dihasilkan PLTS Atap dari pelanggan rumah tangga sebenarnya sudah habis dimanfaatkan untuk kebutuhannya sendiri sehingga aturan ekspor impor dihapuskan dari beleid terbaru tersebut.

"Jadi itu yang membuat kita lebih yakin hilangkan itu (aturan ekspor impor listrik). Nanti kan enggak dikenakan dengan biaya apa namanya, biaya nyender (operasi paralel)," pungkas Jisman.