Gelar Pemogokan Massal, Dokter di Korea Selatan Soroti Tingginya Beban Kerja dan Rendahnya Bayaran

JAKARTA - Sejumlah dokter muda di Korea Selatan yang mengikuti aksi mogok menyoroti tingginya beban kerja yang mereka jalani, sementara bayaran yang diterima dinilai rendah dan mereka tidak didengarkan.

Rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Korea Selatan terpaksa menolak pasien dan membatalkan operasi, setelah sekitar dua pertiga dokter muda di negara tersebut mogok kerja pada bulan ini sebagai bentuk protes.

Para dokter muda mengatakan gaji dan kondisi kerja mereka harus menjadi prioritas, dibandingkan rencana pemerintah untuk menambah jumlah dokter.

Sementara, pihak berwenang mengatakan diperlukan lebih banyak staf untuk meningkatkan layanan kesehatan di daerah terpencil dan memenuhi permintaan yang terus meningkat di salah satu masyarakat dengan penuaan tercepat di dunia.

Dokter magang Ryu Ok Hada mengatakan dirinya selalu ingin membantu orang, namun kini ia bergabung dengan rekan sejawatnya yang menggelar aksi mogok. Pun demikian dengan Park Dan yang juga memilih melakukan pemogokan, menjadi bagian dari sekitar 7.800 dokter magang dan residen yang melakukan mogok massal.

Ryu dan Park mengatakan para dokter junior, yang merupakan roda penggerak penting dalam sistem medis Korea Selatan, bekerja terlalu keras, dibayar rendah, dan tidak didengarkan.

"Sistem medis di Korea Selatan saat ini, yang sangat bagus, dijalankan dengan membuat para dokter magang yang murah terus bekerja keras," kata Ryu kepada Reuters seperti dikutip 26 Februari.

Para dokter tersebut memprotes rencana pemerintah untuk meningkatkan jumlah siswa yang diterima di sekolah kedokteran, dalam upaya untuk memperkuat sistem layanan kesehatan di salah satu negara yang mengalami penuaan paling cepat di dunia.

Para dokter mengatakan, masalah sebenarnya adalah gaji dan kondisi kerja. Pemerintah mengancam akan menangkap para dokter yang memimpin aksi mogok tersebut.

Sementara itu, dokter senior dan praktisi swasta belum melakukan aksi mogok, namun telah mengadakan demonstrasi mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana tersebut, dengan 400 orang berkumpul di Seoul pada Hari Minggu.

Namun, rencana pemerintah untuk meningkatkan penerimaan sekolah kedokteran cukup populer, dengan sekitar 76 persen responden mendukungnya, terlepas dari afiliasi politiknya, berdasarkan jajak pendapat Gallup Korea baru-baru ini.

Diketahui, dokter magang dan dokter residen di Korea Selatan bekerja dalam shift 36 jam, dibandingkan dengan shift kurang dari 24 jam di Amerika Serikat menurut Korean Intern Resident Association. Laporan tersebut menyatakan, separuh dokter muda AS bekerja 60 jam seminggu atau kurang, sementara dokter Korea sering bekerja lebih dari 100 jam.

Ryu mengatakan dia bekerja lebih dari 100 jam seminggu di salah satu rumah sakit universitas paling bergengsi di negara itu, dengan bayaran 2 juta won hingga 4 juta won (1.500-3.000 dolar AS) sebulan termasuk upah lembur. Sedangkan rata-rata penduduk AS pada tahun pertama mendapat sekitar 5.000 dolar AS per bulan, menurut data American Medical Association.

Sementara itu, Park yang mengetuai Asosiasi Residen Magang Korea, ingin pihak berwenang memasukkan dokter ke dalam disiplin ilmu penting seperti pediatri dan unit gawat darurat di rumah sakit besar.

Para dokter menginginkan perlindungan hukum yang lebih baik dari tuntutan malpraktek dan perubahan sistem, di mana banyak rumah sakit bergantung pada tenaga kerja berupah rendah dan layanan di luar asuransi untuk tetap bertahan di negara yang sering dipuji karena memberikan jaminan kesehatan berkualitas universal dengan harga terjangkau, kata Park.

Park mengakui dirinya menghadapi dilema antara pasiennya dan kebijakan pemerintah yang menegakkan kebijakan tanpa mendengarkan dokter. Tetapi, dia mengatakan tidak punya pilihan.

"Dengan bangga menyelamatkan pasien, saya sampai sejauh ini. Seperti yang dikatakan banyak dokter, sangat memilukan dan sulit untuk meninggalkan pasien," ungkap Park.

"Tetapi, sistem yang ada saat ini terdistorsi, jadi kita perlu yang lebih baik dari itu," tandasnya.

Di sisi lain, pihak rumah sakit belum memproses pengunduran diri para dokter yang melakukan protes, yang mengatakan mereka tidak melakukan mogok kerja. Pemerintah telah memerintahkan mereka kembali bekerja, mengancam akan menangkap mereka atau mencabut izin kerja mereka, mengatakan tindakan kolektif mereka tidak dapat dibenarkan dan nyawa masyarakat harus didahulukan.

Para dokter yang mogok kerja hanya mewakili sebagian kecil dari 100.000 dokter di Korea Selatan, namun mereka mencakup lebih dari 40 persen staf di rumah sakit pendidikan besar, yang melakukan tugas-tugas penting di ruang gawat darurat, unit perawatan intensif, dan ruang operasi.

Ruang gawat darurat di lima rumah sakit terbesar di Korea Selatan berada dalam status "siaga merah" pada Hari Minggu, yang berarti mereka kehabisan tempat tidur.

Sebelumnya, Perdana Menteri Han Duck-soo mengatakan pada Hari Jumat, rumah sakit umum akan tetap buka lebih lama dan pada akhir pekan serta hari libur untuk memenuhi permintaan.