Dinilai Ugal-ugalan, Pemerintah Diminta Evaluasi Kembali Hilirisasi Nikel

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta Pemerintah melakukan evaluasi atas pelaksanaan hilirisasi nikel yang berjalan selama ini.

Mulyanto meminta pemerintah jangan terlalu bernafsu meningkatan kapasitas ekspor nikel yang mengakibatkan pasokan nikel di pasar internasional berlebih dan mengakibatkan harga anjlok.

Mulyanto juga minta Presiden Joko Widodo mengkaji secara komprehensif program hilirisasi nikel demi optimalnya penerimaan keuangan negara dan kesejahteraan masyarakat.

"Jangan menguras cadangan nikel untuk produk setengah jadi seperti feronikel dan NPI (nickle pig iron) dengan harga jual murah seperti sekarang ini. Apalagi kalau industri ini menggunakan energi kotor dan limbahnya dibuang ke laut," ujar Mulyanto dalam keterangannya kepada media, Senin 12 Februari.

Mulyanto juga menilai operasional smelter juga dijalankan secara ugal-ugalan sehingga telah banyak menewaskan pekerja.

Ia menduga bila dihitung dengan cermat, jangan-jangan program hilirisasi yang dibangga-banggakan Jokowi malah merugikan. Dengan insentif besar yang diberikan Pemerintah untuk industri smelter, maka di saat harga jual nikel yang anjlok seperti sekarang ini, bisa jadi penerimaan negara malah minus bukannya untung.

"Dengan merosotnya harga nikel ini, tentu memukul pelaku usaha di sektor komoditas ini. Kalaupun penambang kita hari ini belum gulung tikar, seperti yang terjadi di beberapa negara penghasil nikel, ini karena sebagian tambang kita terintegrasi dengan smelter, serta ditopang oleh Pemerintah," jelas Mulyanto.

Untuk diketahui, harga nikel dunia terus melorot mulai Maret 2022 ketika harga nikel 48 ribu dolar AS anjlok menjadi 19 ribu dolar AS di Juli 2022. Harganya terus merosot hingga sekarang menjadi 15 ribu dolar AS di tahun 2024.

"Kondisi tersebut ditengarai karena over supply produksi nikel Indonesia, selain juga karena faktor permintaan terhadap komoditas nikel yang lesu," pungkas Mulyanto.