JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, berharap Pemerintahan periode berikutnya berani mengevaluasi program hilirisasi tambang yang ada selama ini.
Menurutnya, program hilirisasi yang dijalankan Pemerintahan Joko Widodo jauh dari kata berhasil karena keuntungan ekonomis yang didapat tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan di semua area penambangan.
Bahkan, kata Mulyanto, beberapa kalangan menyebut pengelolaan tambang secara ugal-ugalan atas nama hilirisasi telah mendatangkan kutukan sumber daya alam.
"Sumber daya alam yang seharusnya dapat menjadi sumber kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang, malah hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan," ujar Mulyanto dalam keterangan kepada media, Jumat 26 Juli.
Mulyanto menilai, anomali terkait kemiskinan yang justru terjadi di daerah kaya SDA atau daerah yang digencarkan program hilirisasi, yang sering disebut sebagai kutukan sumber daya alam atau deutch desease ini perlu diteliti lebih dalam oleh Pemerintah dan para ahli.
"Namun menurut dugaan saya, hal ini disebabkan karena rendahnya efektivitas dan efisiensi pengelolaan dana pembangunan yang berasal dari dana bagi hasil (DBH) serta pajak lainnya oleh Pemerintah Daerah, termasuk juga merebaknya kasus-kasus korupsi tambang. Sehingga pemasukan yang besar sekalipun tidak berdampak bagi kesejahteraan masyarakat atau lambat dicapai," terang Mulyanto.
Ia melihat masyarakat direkrut hanya sebatas pekerja kasar, karena keterbatasan keahlian.
Ditambah penyimpangan dalam pengelolaan lingkungan menyebabkan sumber air dan lahan menyusut, yang membuat semakin merosotnya pembangunan bidang pertanian di daerah tersebut.
BACA JUGA:
Karena itu, terkait program hilirisasi Mulyanto minta agar Presiden periode berikut mengevaluasi kebijakan yang berlaku selama ini secara komprehensif termasuk efisiensi dana pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.
Ia mendesak Pemerintah agar melarang ekspor produk nikel setengah jadi berkadar rendah seperti nickel pig iron dan ferronikel serta segera mengimplementasikan moratorium pembangunan smelter kelas satu yang menghasilkan produk nikel berkadar rendah tersebut.
"Kita perlu mendorong hilirisasi nikel dengan nilai tambah tinggi sehingga efek gandanya bagi masyarakat meningkat dengan membangun pabrik smelter yang memproduk nikel berkadar tinggi seperti stainless steel, baterai. Selain itu perlu audit komprehensif terhadap smelter-smelter dari China yang rawan kebakaran sehingga menimbulkan korban jiwa pekerja yang tidak sedikit," pungkas Mulyanto.