Antisipasi Kelangkaan, Aprindo Minta Pemerintah Relaksasi HET Komoditas Pangan
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memohon pertimbangan pemerintah untuk merelaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) dan harga acuan beberapa komoditas pangan yang berpotensi mengalami kenaikan pada Februari 2024 ini. Adapun komoditas yang dimaksud seperti beras, gula, minyak goreng dan lain sebagainya.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengungkapkan, permohonan relaksasi HET itu ditujukan dalam waktu tertentu/sementara atau selama masih dikaji dan belum adanya keputusan untuk melakukan perubahan HET & Harga Acuan melalui Rakortas.
"Guna mencegah kekosongan atau kelangkaan (scarcity) atas bahan pokok penting tersebut pada gerai-gerai ritel modern di Indonesia yang bilamana kelangkaan terjadi, akan bermuara kepada panic buying konsumen, yang akan berlomba membeli bahkan menyimpan bahan pokok penting karena kuatir barang akan habis dan situasi harga yang tidak stabil," ujar Roy dalam keterangan tertulis, Jumat, 9 Februari.
Roy menilai, relaksasi HET itu bertujuan agar peritel dapat membeli komoditas pangan tersebut dari para produsen yang sudah menaikkan harga beli di atas HET selama sepekan terakhir ini sebesar 20-35 persen dari harga sebelumnya.
"Kami tidak dapat mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan produsen bahan pokok & penting tersebut, karena harga ditetapkan oleh produsen sebagai sektor hulu yang selanjutnya mengalir kepada kami di sektor hilir melalui jaringan distribusi, untuk selanjutnya dibeli atau dibelanjakan oleh masyarakat pada gerai ritel modern," katanya.
Saat ini peritel mulai kesulitan mendapatkan pasokan beras tipe premium lokal dengan kemasan 5 kg. Menurut Roy keterbatasan pasokan beras itu disebabkan lantaran saat ini belum mulainya masa panen, yang diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan Maret 2024 mendatang.
Selain itu, Roy menyebut, kelangkaan itu terjadi lantaran belum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang diimpor pemerintah.
"Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara supply dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern (toko swalayan) dan pasar rakyat (pasar tradisional).
Baca juga:
- Bantah Tahan Kasus di Tahun Politik, KPK: Proses Penyidikan Berjalan Seperti Biasa
- Kekasih Tamara Tyasmara Tersangka Kematian Dante Dijerat Pasal Berlapis
- Respons Mahfud MD, KPK Tegaskan Independensi Tak Bisa Diukur dari Hadir atau Tidaknya di Rapat Kabinet
- Bunyikan Kentongan, Muhaimin Ajak Warga Sidoarjo Cegah Kecurangan Pemilu
Menurut Roy, saat ini para pengusaha ritel terpaksa membeli beras dengan harga di atas HET dari pada produsen atau pemasok beras lokal. Hal inilah, kata dia, yang menyebabkan naiknya harga beras di level retail.
Asosiasi juga memberikan saran kepada pemerintah serta satgas pangan dan PPNS agar tidak hanya memprioritaskan komunikasi yang intensif dari pemerintah (kementerian/lembaga) kepada para pelaku usaha dari sektor hulu hingga hilir saja
Namun, lanjut Roy, pihaknya juga menyarankan agar pemerintah jangan hanya menghadirkan kebijakan-kebijakan yang memang dapat dirasakan langsung oleh pelaku usaha, melainkan adanya kebijakan yang berorientasi urgensi dan dapat menyelesaikan permasalahan harga komoditas bahan pokok.
"Kami memerlukan sikap arif, bijak dan jaminan dari pemerintah serta pihak berwenang (satgas pangan & PPNS) untuk merelaksasi pula ‘aturan main’ HET yang ditetapkan dan berjalan selama ini sehingga peritel dapat terus membeli, menyediakan dan menjual kebutuhan pokok bagi masyarakat," pungkasnya.