TikTok Sebut Adanya Perubahan Tren Konsumen di Shoppertainment 2024
JAKARTA – Sebagai salah satu platform yang digunakan untuk berbisnis, TikTok menyadari bahwa konten sangat berguna untuk menarik konsumen. Maka dari itu, muncul istilah Shoppertainment.
Shoppertainment merupakan penggabungan dari shopping dan entertainment. Lebih jelasnya, Head of Business Marketing TikTok Indonesia, Sitaresti Astarini, mengatakan bahwa, “(Shoppertainment adalah) perilaku commerce atau perdagangan yang di-drive oleh konten.”
Strategi pemasaran ini memang berpusat pada konten, tetapi Sita mengatakan bahwa konten ini tak bisa dibuat secara sembarang. Ada beberapa tren yang perlu diperhatikan sehingga TikTok dan Accenture merilis laporan Shoopertainment 2024.
Dengan dibuatnya laporan tersebut, TikTok ingin menjelaskan bahwa ekspektasi dan perilaku konsumen telah bergeser di Asia Pasifik, khususnya di Indonesia. Perubahan pertama yang Sita jelaskan adalah pergeseran ekspektasi.
Saat ini, konsumen tidak menyukai konten yang menunjukkan iklan secara eksplisit. Berdasarkan hasil survei Accenture, 6 dari 10 orang tidak berminat untuk membeli saat melihat konten yang sangat memperlihatkan promosi.
Sejalan dengan perubahan tersebut, konsumen lebih menginginkan hubungan emosional dengan brand untuk membangun loyalitas. Sayangnya, brand tak memperhatikan keinginan ini karena mereka mengejar pemasaran yang cepat.
“Konsumen itu semakin banyak, pengin brand-brand itu melakukan usaha lebih kenceng untuk membangun koneksi emosional bareng mereka. Mereka enggak pengin brand-brand yang jualan terus,” jelas Sita.
Perubahan berikutnya yang TikTok soroti adalah perubahan perilaku konsumen. Saat ini, siklus berbelanja para konsumen sudah berubah. Jika sebelumnya pengguna sangat impulsif terhadap iklan, kini mereka cenderung intuitif.
Artinya, konsumen tidak akan langsung membeli ketika melihat konten produk. Mereka akan mengamati, mencari tahu, menganalisis, dan mempertimbangkan barangnya terlebih dahulu. Ada kemungkinan mereka tertarik dengan brand lain saat melakukan hal tersebut.
Perubahan berikutnya yang dianggap cukup penting adalah kepercayaan konsumen kepada komunitas konten. Dari komunitas ini, mereka bisa menemukan kebutuhan produk yang sama dan ketika mereka mencoba, mereka bisa meng-influence orang lain.
Baca juga:
- Pemeriksaan Kanker Kulit Kini Dapat Dilakukan Secara Langsung dengan Perangkat Deteksi Kanker AI
- Meta Perketat Keamanan, Nonaktifkan Pesan Langsung untuk Pengguna di Bawah Usia 18 di Instagram dan Messenger
- VIDA Raih Peringkat Satu Global dalam Studi Keamanan Biometrik NIST 2023
- Miliarder Dunia Rencanakan Kota Terapung untuk Selamat dari Krisis dan Bencana
“Konsumen di Indonesia memang dipengaruhi oleh hal-hal yang dibicarakan komunitas. Tren-tren yang ada, produk-produk yang tiba-tiba populer, ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia mudah ter-influence oleh komunitas di TikTok,” ungkap Sita.
Dari seluruh perubahan tersebut, TikTok ingin menunjukkan bahwa seluruh brand di Asia Pasifik yang menggunakan TikTok memiliki kesempatan yang sama dalam menarik konsumen. Mereka bisa mengambil lebih banyak keuntungan melalui tren konsumen pada konten.
TikTok memprediksi bahwa Gross Merchandise Value (GMV) shoppertainment akan tumbuh hingga 1 triliun dolar AS (Rp15,7 kuadriliun) di tahun 2025. Dari peluang tersebut, Indonesia memiliki peluang keuntungan hingga 27 juta dolar AS (Rp426 triliun).