Terbukti Korupsi, Eks Direktur RS Arun Aceh Divonis 6 Tahun Penjara
BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis mantan Direktur Rumah Sakit (RS) Arun, Kota Lhokseumawe, Hariadi, dengan pidana enam tahun penjara.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai R Hendral serta didampingi Ani Hartati dan R Deddy masing-masing sebagai hakim anggota pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Senin, 29 Januari.
Terdakwa Hariadi hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya. Sidang turut dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zilzaliana.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Hariadi terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan RS Arun. Selain pidana penjara, majelis hakim menghukum terdakwa Hariadi membayar denda Rp300 juta subsidair enam bulan penjara.
"Menyatakan terdakwa Hariadi terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP seperti dakwaan subsidair jaksa penuntut umum," kata majelis hakim.
Menyangkut kerugian negara Rp44,9 miliar, majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum. Kerugian negara menjadi tanggung jawab mantan Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya yang menjadi terdakwa dalam perkara yang sama, namun dengan berkas terpisah.
"Uang pengganti kerugian negara sudah dibebankan kepada terdakwa Suaidi Yahya, maka terdakwa Hariadi tidak dibebankan membayarnya," kata majelis hakim menyebutkan.
Berdasarkan fakta di persidangan, kata majelis hakim, terungkap bahwa terdakwa bersama Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya mengalihkan pengelolaan RS Arun ke swasta. Padahal, rumah sakit tersebut merupakan aset Pemerintah Kota Lhokseumawe
"Seharusnya, pengelolaan rumah sakit aset pemerintah daerah dilakukan dengan membentuk unit pelaksana teknis daerah atau UPTD. Namun, terdakwa bersama Wali Kota membentuk perusahaan lainnya. Rumah sakit tersebut merupakan hibah dari PT Arun, perusahaan migas," kata majelis hakim.
Baca juga:
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Hariadi dengan hukuman 15 tahun penjara dam denda Rp800 juta subsidair delapan bulan penjara.
Selain pidana penjara dan denda, jaksa penuntut umum juga menuntut terdakwa Hariadi membayar uang pengganti kerugian negara Rp44,9 miliar. Apabila tidak membayar, maka terdakwa dihukum pidana penjara selama lima tahun.
Atas putusan majelis hakim tersebut, terdakwa Hariadi bersama penasihat hukumnya maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu pikir-pikir kepada para pihak untuk menyatakan apakah menerima putusan tersebut atau mengajukan banding selama tujuh hari.