Klaim Tak Langgar Etika, TKN Beberkan Aturan yang Bolehkan Presiden Berpihak dan Ikut Kampanye

JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak salah satu pasangan calon (paslon) pada kontestasi Pilpres 2024.

TKN menegaskan, tidak ada etika dan aturan yang dilanggar oleh presiden jika ingin mengampanyekan paslon tertentu.

"Secara konstitusi, secara hukum dan etika memang hal tersebut diperbolehkan," ujar Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman saat konferensi pers di Media Center TKN, Jalan Sriwijaya I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 24 Januari.

Habiburokhman menuturkan, setiap warga negara memiliki hak asasi manusia yang diatur dalam UU HAM pasal 23 untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. Konstitusi, kata dia, juga bahkan mengatur presiden boleh mencalonkan diri untuk kedua kalinya.

"Kalau mencalonkan diri saja boleh kedua kalinya apalagi berkampanye untuk paslon tertentu," kata Habiburokhman.

Wakil Komandan Alpha TKN Prabowo-Gibran, Fritz Edward Siregar lantas membeberkan sejumlah aturan yang membolehkan presiden ikut berkampanye.

Fritz mengatakan, UU Nomor 7 Tahun 2017 memperbolehkan presiden untuk ikut kampanye. Hal itu diatur di dalam pasal 281 UU Pemilu, dan pembatasannya diatur dalam Pasal 300 dan Pasal 304.

"Mau lebih detail lagi bagaimana pembatasannya, ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10 tahun 2019. Dalam pertimbangan hukumnya sudah menjelaskan bahwa dalam melaksanakan kampanye, presiden tidak mempergunakan fasilitas negara, misalnya. Meskipun dalam UU pemilu diperbolehkan untuk alasan keamanan, fasilitas tersebut tetap melekat pada presiden," jelas Fritz.

Kemudian, ada PP Nomor 53 Tahun 2003 mengenai aturan cuti dan kampanye bagi presiden serta menteri dan sebagainya.

"Artinya, apabila presiden ingin melakukan kampanye, itu diperbolehkan oleh UU pemilu, oleh putusan MK dan peraturan pemerintah, tinggal tergantung ke presiden apakah presiden akan mempergunakan hak yang diberikan UU atau tidak," pungkas Fritz.