Bantah Data Penumpang Diretas, PT KAI Lakukan Investigasi
JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI memastikan bakal melakukan investigasi menyusul isu peretasan atau serangan ransomware terhadap data sensitif KAI.
VP Public Relations KAI Joni Martinus menegaskan, sampai dengan saat ini belum ada bukti bahwa ada data KAI yang bocor seperti yang dinarasikan.
"Kami akan tetap melakukan investigasi secara mendalam untuk menelusuri isu tersebut," katanya dalam keterangan, Selasa 16 Januari, disitat Antara.
Joni memastikan, selain keamanan seluruh data, seluruh sistem operasional information technology (IT), pembelian tiket online KAI, serta layanan Face Recognition Boarding Gate di semua stasiun masih berjalan dengan baik.
“Masyarakat juga tidak perlu khawatir dengan keamanan data pada fitur Face Recognition Boarding Gate yang dipergunakan oleh KAI, sebab KAI telah memiliki manajemen keamanan informasi yang baik,” ujarnya.
Joni menuturkan, KAI sudah mengimplementasikan Sistem Manajemen Keamanan Informasi berstandar internasional ISO 27001 tentang Standardisasi Manajemen Keamanan Informasi.
Untuk langkah lebih lanjut, KAI akan bekerja sama dengan pihak berwajib mengusut kasus tersebut. KAI berkomitmen tidak akan tunduk akan kejahatan pemerasan ini.
"KAI secara berkala terus meningkatkan keamanan siber demi kenyamanan para pelanggan untuk tetap menggunakan jasa transportasi massal kereta api yang nyaman, aman dan tepat waktu," ujar Joni.
Baca juga:
- Ini Tanggapan Ganjar soal Hengkangnya Maruarar Sirait dari PDIP
- Istana Tepis Isu Jokowi Angkat Jutaan PNS Jika Prabowo-Gibran Menang
- Pemerintah Ketok Pajak Hiburan 40-75 Persen, Pj Gubernur Minta Daerah di Jabar Lakukan Perhitungan
- KPU Ungkap 1 TPS di Rejang Lebong Blank Spot Internet, Akses Sirekap Terkendala
Sebelumnya dikabarkan, data KAI bocor karena serangan ransomware. Data yang bocor itu meliputi data pribadi karyawan, penumpang, hingga data lain terkait perkeretaapian Indonesia.
Peretas meminta pemerintah memberikan tebusan sebesar 11,69 bitcoin atau sekitar Rp7,7 miliar agar bisa mengambil kembali data yang diretas.