Nelayan Mapak Indah Mataram NTB Terdampak Abrasi Bisa Tempati Huntara Pemkot Januari 2024
NTB - Sebanyak 24 Kepala Keluarga (KK) nelayan di Mapak Indah, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang terdampak abrasi baru bisa menempati hunian sementara (huntara) yang telah disiapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram pada Januari 2024.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram M Nazaruddin Fikri mengatakan saat ini persiapan huntara masuk tahap akhir untuk ditempati.
"Untuk air bersih sedang berproses dan kami targetkan tuntas akhir bulan Desember ini," katanya di Mataram, NTB, Jumat 22 Desember, disitat Antara.
Ia mengatakan, untuk pembangunan fisik huntara saat ini sudah selesai, begitu juga dengan instalasi listriknya. Sekarang, lanjut dia, tinggal menunggu tahapan pemasangan instalasi air bersih.
Dengan demikian, lanjut dia, sebanyak 24 KK ditargetkan bisa menempati huntara yang dibangun permanen, perumahan itu akan ditempati sebelum 12 Januari 2024, sesuai arahan dari kepala daerah.
"Sekarang memang sudah ada 1-2 orang nelayan yang kami minta tinggal untuk menjaga berbagai fasilitas umum yang ada agar tidak hilang sebelum ditempati," katanya.
Sementara terkait surat perjanjian pemanfaatan huntara antara Pemkot Mataram dengan nelayan masih disiapkan Bagian Hukum Setda Kota Mataram.
"Hal itu dimaksudkan, jangan sampai ada yang merasa dikasih hak milik sehingga bisa dipindahtangankan. Regulasi itu saat ini sedang kami godok bersama Bagian Hukum," katanya.
Baca juga:
- Didukung Putri Wapres Ma'ruf, Ganjar: Ini Bagian dari Energi Kita
- Gibran Minta Restu Jokowi Sebelum Berangkat Debat Pilpres 2024
- Soroti Pernyataan Alexander Marwata saat Firli Jadi Tersangka, ICW: Komunikasi Publik KPK Makin Buruk
- Anies Janji Bawa Sistem Transportasi Terintegrasi ala Jakarta ke Daerah-daerah Jika Menang Pilpres 2024
Nazaruddin menambahkan jumlah KK yang terdampak gelombang pasang akhir tahun 2022 sebanyak 29 KK, namun dengan anggaran yang tersedia yakni Rp1,2 miliar target pembangunan huntara menjadi 24 unit.
Kondisi itu terjadi karena biaya untuk pembangunan huntara dengan konstruksi permanen yang dibangun saat ini jauh lebih besar.
"Dengan anggaran yang terbatas, pada tahap pertama kami prioritaskan untuk 24 KK, sisanya lima KK kami usulkan tahun depan. Data KK yang terdampak sudah ada," katanya.