Studi Sebut Anak Mengenali Emosi dari Apa yang Didengar, Bukan Dilihat

JAKARTA - Baru-baru ini sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa ketika anak-anak mengenali emosi, mereka lebih memperhatikan apa yang didengar daripada apa yang dilihat. Jika orang dewasa lebih banyak mengamati emosi, maka anak-anak akan lebih memperhatikan apa yang mereka dengar dalam suatu situasi. Jadi, meski orang tua memasang wajah berani di depan anak, tapi suara menggambarkan ketakutan, besar kemungkinan anak akan menangkap rasa takut orang tua.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Child Psychology, dilansir dari Very Well Family, Jumat, 8 Desember, meninjau respons orang dewasa dan anak-anak terhadap bahasa tubuh emosional dan suara emosional. Hasil tinjauan mengungkapkan terkadang bahasa tubuh cocok dengan emosi suara dan terkadang tidak.

“Saat kami meminta mereka mengabaikan apa yang dilihat dan memberi tahu kami emosi apa yang ada dalam suara tersebut, semua kelompok umur bisa melakukannya tanpa masalah,” jelas penulis studi Paddy Ross, PhD. 

“Tetapi ketika kami menunjukkan kepada mereka rangsangan yang persis sama. Namun kali ini meminta mereka untuk mengabaikan apa yang mereka dengar dan memberi tahu kami emosi apa yang dilihat. Orang dewasa dapat melakukan hal ini tetapi anak-anak merasa kesulitan,” katanya.

“(Anak-anak) secara aktif menangkap emosi dari suara padahal mereka sudah diminta mengabaikannya. Ini merupakan respon alami anak,” kata Ross.

Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa anak-anak memiliki kesadaran pendengaran yang dominan. Namun penelitian ini merupakan penelitian pertama yang berfokus secara khusus pada interpretasi emosional.

Bersikap jujur atas apa yang dirasakan

Ketika orang tua sedang merasa emosinya tidak stabil,  mereka sering kali berusaha melindungi anak dari emosi tersebut dengan "menampilkan wajah bahagia". Penelitian ini menunjukkan bahwa menunjukkan “wajah bahagia” ternyata kurang efektif bagi anak.

Psikolog klinis Julie Futrell, PhD, mengatakan orang tua yang berusaha menyembunyikan gejolak emosi dari anak tidak akan efektif, pun bisa merusak .

“Anak usia dini memiliki intuisi yang tajam,” katanya. 

“Mereka sering 'merasakan' emosi, dan mereka sering menjadi kesal ketika apa yang mereka rasakan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan orang tua,” lanjut Futrell.

Sebaiknya orang tua perlu membagikan apa yang dirasakan, menjelaskan alasannya, dan berpikir bagaimana cara bicara jujur tentang emosi dengan anak-anak. Ketika orang tua dapat berbicara tentang perasaan dan emosi, maka coba diskusikan juga tentang cara mengelolanya.

Jujur tentang usaha orang tua mengatasi stres atau berbagi apa yang dilakukan untuk menjaga amarah. Dapat menunjukkan pada anak-anak bahwa orang tua adalah manusia, selalu tumbuh dan berusaha untuk menjadi lebih baik. Dan ini juga membantu dalam mengembangkan kesejahteraan emosional dan ketahanan anak.

Jelaskan sesuai usia

Menjelaskan perasaan kepada anak dapat membuat sebagian orang tua merasa tidak nyaman karena mereka tidak yakin bahwa informasi yang diberikan terlalu banyak. Futrell menawarkan kepada orang tua beberapa tip sesuai usia dalam berbagi emosi dengan anak.

Untuk Anak Kecil

Anak-anak dari usia 2 tahun hingga pra remaja mempunyai kesadaran yang semakin meningkat terhadap emosi. Mereka dapat memahami dan belajar tentang mengelola emosi jika orang dewasa berbicara kepada mereka dengan kata-kata yang dipahami. Kelompok usia ini tidak memerlukan semua detail, namun membiarkan mereka melihat emosi dan menjelaskan perasaan orang tua dapat membantu mereka belajar.

Untuk Remaja

Untuk remaja, orang tua perlu lebih terbuka dan jujur. Dengan begini, anak akan belajar memahami dan juga merasa dihargai sebagai anak yang sedang bertumbuh. Pun, mereka juga lebih sadar akan hal-hal yang terjadi di dunia sekitar mereka. Meski begitu, alangkah baiknya tidak membebani anak dengan masalah orang tua, namun membimbing mereka dalam menangani emosi dengan memberikan contoh.

Melindungi Anak

Terkadang ada saat dimana orang tua sebaiknya melindungi anak-anak sampai memiliki kesempatan mendiskusikan situasi tersebut dengan benar. Ross menjelaskan bahwa apa yang didengar anak dapat mengubah suasana hatinya terhadap apa yang terjadi di sekitarnya saat itu.

Dia menyarankan, jika terjadi adu argumen antara orang tua saat anak ada di rumah, maka siapkan handphone dengan musik atau podcast positif yang bermanfaat untuk mengalihkan perhatian anak sejenak.