Tak Mungkin Berantas Kejahatan Kerah Putih dengan Perasaan Takut Dimutasi
JAKARTA - Polemik terkait aturan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diatur dalam UU 19/2019 terus terjadi. Undang-undang ini dianggap menimbulkan perubahan di tubuh lembaga antirasuah.
Salah satu perubahan itu yang nantinya akan dialami seluruh pegawai KPK adalah soal perubahan status kepegawaian mereka menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal ini dinilai berisiko membuat mereka gampang dimutasi sewaktu-waktu.
Perubahan status kepegawaian ini terjadi karena dalam Pasal 24 ayat 2 UU KPK baru menyatakan, pegawai KPK merupakan anggota korps profesi pegawai aparatur sipil negara (ASN) Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang diwawancarai VOI pada Rabu, 20 November lalu mengatakan lembaganya tentu akan mengikuti segala peraturan yang sudah ditetapkan. Termasuk soal peralihan status kepegawaian. Apalagi, lembaga antirasuah ini punya waktu dua tahun untuk melakukan transisi.
Hanya saja, eks aktivis antikorupsi ini menyebut bisa saja para pegawai KPK tak lagi independen setelah mereka menjadi ASN. Sebab, mereka bisa saja dirotasi, mutasi, ataupun dipindahkan pada instansi lainnya saat tengah menghadapi satu kasus yang bersinggungan dengan para pejabat maupun orang yang berpengaruh.
"Bayangkan kalau penyidik yang memeriksa adalah ASN, yang sekaligus dia punya risiko yang gampang digeser atau kenaikan pangkatnya ditunda," kata Febri saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Febri juga menegaskan, penuntasan kejahatan kerah putih ini tak boleh dilakukan orang yang dalam posisi rentan. Mengingat, mereka yang melakukan kejahatan korupsi biasanya merupakan orang-orang yang berada dalam kekuasaan.
Sehingga ke depan, peralihan kepegawaian yang dilakukan harus dicermati agar tak mengganggu independensi para pegawai KPK. Sebab, bukan tak mungkin pemindahan dilakukan secara subyektif. Apalagi, proses rotasi, mutasi, atau pemindahan jabatan dan instansi ini akan diatur oleh KemenPAR-RB yang bertanggungjawab atas aparatur sipil negara.
"Apa mungkin, upaya penanganan kasus korupsi dengan tantangan luar biasa dilakukan oleh orang-orang yang ada di posisi rentan? Tidak mungkin. Bahaya bagi penyidik, berbahaya bagi pengungkapan perkaranya," tegasnya.
Sementara terkait sistem yang digunakan saat pengalihan status pegawai, dari pertemuan terakhir KPK dengan KemenPAR-RB, Febri bilang, sistem konversi adalah sistem pengalihan yang paling memungkinkan.
Apalagi, selama ini pegawai KPK sudah pernah mengikuti tes sebelum mereka bekerja di lembaga antikorupsi itu. "Kalau komunikasi terakhir (dengan MenPAN-RB), yang kami terima dengan konversi. Karena pegawai KPK ketika masuk kan dites juga ya," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya sudah bertemu dengan Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa untuk membahas peralihan status pegawai lembaga antirasuah.
Hanya saja, Tjahjo mengatakan konsep peralihan ini belum matang. Sehingga dirinya belum melaporkan proses peralihan itu pada Presiden Joko Widodo.
"Saya belum, belum laporkan. Tapi saya sudah ketemu dengan teman-teman di KPK sudah. Belum saatnya saya sampaikan, supaya mateng dulu lah," katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Tjahjo juga sempat berujar, jadi ASN sebenarnya lebih enak daripada jadi pegawai KPK karena bisa bertugas di kementerian manapun. "Sebenarnya dengan teman teman (KPK) masuk ASN, dia tidak seumur hidup jadi pegawai KPK. Dia bisa ke Kemendagri, bisa ke KemenPAN-RB, bisa kemana-mana," tutupnya.