Sri Lebih Tertarik Ada Aksi Demo di Istana, Lebih Nyata Ketimbang Berharap Janji Presiden
JAKARTA - Euforia masa kampanye Pemilu 2024 di Indonesia, ternyata tidak mempengaruhi pola kehidupan Sri (66). Wanita lanjut usia (lansia) di kawasan Jakarta Pusat ini terkesan cuek terhadap Pilpres 2024 mendatang.
"Gimana ya, situ salah sini salah. Kalau saya milih salah satu begitu lagi kayak yang sudah, aah. Dulu dia baik-baik, cari duit yang banyak ya yang rajin ya. Eh sudah enak-enak (jadi Presiden), ternyata nol (janjinya), lupa sama Rakyat. Gak mau saya kedua kalinya (berharap dengan presiden)," ujar Sri kepada VOI, Selasa, 28 November.
Nenek dua cucu itu mengaku belum merasa sejahtera. Sebab, Sri masih menggantungkan kehidupannya melalui tumpukkan sampah botol bekas yang dibuang para demonstran di kawasan Istana Presiden dan Patung Kuda, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
Setiap hari, wanita asal Tasik, Jawa Barat itu hanya mengharapkan ada aksi demo di kawasan Monas. Karena dengan adanya keramaian seperti demo, dia bisa mendapatkan penghasilan dari memungut botol air mineral bekas. Kata Sri, dia per hari bisa dapat Rp15 ribu.
"Seharian kalau dapat banyak Rp15 ribu. Kalau tak dapat banyak hanya Rp3 ribu, kumpulin dulu kalo sudah banyak baru jual. Kalau dapat banyak Rp15 ribu-Rp 20 ribu," ujarnya.
Sri mengatakan, jika tidak ada aksi demo, dirinya tidak datang ke kawasan Gambir untuk memulung botol air mineral bekas.
"Kalau tidak ada demo ya enggak, enggak cari. Cari apa? Yang dicari kan kosong. Kalau ada demo paling dapat Rp20 ribu, harga sekilo Rp3 ribu," ucapnya.
Baca juga:
Menurut Sri, dirinya tidak memikirkan kontestasi pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Pemilu 2024 mendatang. Sri hanya memikirkan bagaimana dirinya dapat makan dan kebutuhannya terpenuhi setiap harinya.
Sri mengaku, jika dirinya tidak mencari barang bekas, maka dia tidak dapat bertahan dan melanjutkan kehidupan.
"Kalau ada demo paling dapat Rp 20 ribu (dari penjualan botol air mineral bekas)," katanya.
Selasa kemarin, 28 November, adalah hari pertama bagi para kontestan untuk berkampanye. Ketiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), berlomba-lomba untuk mendapatkan suara terbanyak.
Ketiga Paslon membutuhkan suara rakyat dari berbagai kalangan, agar bisa memimpin Indonesia selama 5 tahun ke depan. Begitu pun sebaliknya, rakyat pun berharap janji-janji yang diumbar pada masa kampanye, bisa terwujud.