Kemenkeu Perkirakan Defisit APBN 2023 akan Berada di Bawah 2,3 Persen

JAKARTA - Kementerian Keuangan memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 akan di bawah 2,3 persen dari Produk domestik bruto (PDB), di tengah ketidakpastian perekonomian global.

Sebelumnya, dalam laporan semester I-2023 pemerintah sudah membuat perkiraan defisit APBN akan mencapai 2,3 persen dari PDB atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 2,8 persen dari PDB.

Sebagai informasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan defisit pada Oktober 2023 sebesar Rp700 miliar atau sebesar 0,003 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) setelah 9 bulan mengalami surplus.

Adapun realisasi pendapatan negara yang terdiri dari pajak, bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp2.240,10 triliun atau mencapai 90,9 persen dari target atau tumbuh 2,79 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara realisasi belanja negara mencapai Rp 2.240,8 triliun atau 73,2 persen dari pagu.

Angka ini mengalami kontraksi 4,68 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan dalam laporan sementara APBN 2023 pada semester I-2023 lalu, memperkiraan defisit APBN sekitar 2,3 persen.

Akan tetapi, dengan melihat situasi perekonomian domestik yang masih solid, Ia optimis bahwa defisit APBN 2023 akan berada di bawah 2,3 persen dari PDB.

“Ketika menerbitkan Lapsem outlook defisit 2,3 persen, Dengan dinamika sekarang, peluang defisit kita lebih rendah dibandingkan dengan 2,3 persen memang terlihat semakin nyata,” kata Febrio dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat 25 November.

Febrio mengatakan, optimisme itu muncul karena dari sisi kinerja belanja tetap kuat menopang pemulihan ekonomi dan mendukung konsumsi masyarakat.

Hal ini terlihat baik secara natural terjadi dari pertumbuhan ekonomi, maupun dari sisi pemerintah yang melihat kebutuhan masyarakat.

“Bansos dalam konteks El Nino dan juga harga komoditas, inilah kemudian dinamika yang kemudian tercermin di dalam APBN,” ucapnya.

Febrio mengatakan, di tengah dinamika perekonomian global seperti terjadinya konflik geopolitik dan pelemahan ekonomi China, namun perekonomian Indonesia masih tetap solid.

“Ketidakpastian ini tecermin dari harga komoditas maupun suku bunga kebijakan yang sangat memengaruhi kondisi makro global, dan domestik sedikit banyak dipengaruhi,” kata dia.

Menurutnya, APBN telah siap dengan berbagai kondisi yang tidak menentu dan akan melakukan antisipasi serta penyesuaian terhadap kondisi terkini.

“APBN kita bersifat forward looking sehingga antisipatif dan ini sudah terbukti bahwa di perkembangan dari sisi penerimaan lebih baik dibandingkan APBN yang sudah kita siapkan,” jelasnya.