Masyarakat Diingatkan Waspada Hoaks hingga Provokasi di Pemilu 2024
JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Heri Wiranto mengingatkan masyarakat terkait potensi penyebaran hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024 yang segera berlangsung.
"Pengalaman pada Pemilu 2019 yang lalu, bahwa mayoritas berita hoaks pada pilpres memiliki konten yang merujuk pada tindakan provokasi," kata Heri dalam rapat koordinasi bertema "Menjaga Stabilitas Politik, Hukum, dan Keamanan pada Tahapan Pemilu 2024" di Jakarta dilansir ANTARA, Selasa, 21 November.
Heri mengungkapkan konten hoaks pada Pemilu 2019 terdiri atas 45 persen provokasi, 40 persen propaganda, dan sisanya berupa kritik.
"Diprediksi pada pemilu kali ini juga akan semakin meningkat yang dapat menimbulkan kebingungan masyarakat dan dapat memengaruhi jalannya pemilu serta pemilihan yang demokratis, karena bisa berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," jelasnya.
Penyebaran hoaks di masyarakat juga berpotensi melahirkan polarisasi di masyarakat apabila tidak diantisipasi.
Penyebaran hoaks melalui media sosial, sambung Heri, dapat berpengaruh pada persepsi pemilih muda yang memegang peranan penting dalam Pemilu 2024.
"Generasi milenial dan generasi Z mendominasi pemilik suara Pemilu 2024, yakni kalau ditotal sekitar 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih. Sehingga, partisipasi pemilih dari kalangan anak muda sangat memengaruhi keberlangsungan demokrasi Indonesia," ucapnya.
Besarnya kuantitas kelompok pemilih muda, kata Heri, membuat partisipasi kelompok generasi milenial dan generasi Z sangat diperlukan.
Baca juga:
- Tak Mau Gegabah Tangani Dugaan Korupsi Wamenkumham, KPK: Ini Menyangkut Hak Asasi
- Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi Sidang UNESCO, Jokowi: Kebanggaan Segenap Bangsa Indonesia
- Penjelasan Gerindra soal Pengakuan Prabowo Dapat Dukungan Jokowi
- Kemnaker Ingatkan Para Gubernur Segera Tetapkan Upah Minimum Provinsi
"Untuk itu, kami perlu mendorong agar masyarakat bijak dalam menggunakan media sosial, penyebaran informasi yang positif, dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak berlebihan dalam mendukung pasangan calon," kata Heri.
Implementasi tiga tindakan tersebut juga dapat mengantisipasi timbulnya berbagai gejolak yang berpotensi menimbulkan polarisasi di masyarakat, seperti terjadi pada Pemilu 2019.
Selain penyebaran hoaks, Heri menyebut beberapa hal lain juga berpotensi terjadi selama periode kampanye yang dapat mengganggu tahapan Pemilu 2024.
"Dalam proses kampanye ini, banyak potensi kerawanan yang dapat mengganggu jalannya proses demokrasi, salah satu isu yang cukup menonjol adalah adanya penyebaran berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian, dan barangkali kampanye hitam," ujar Heri.