Sri Mulyani Sebut Transisi Energi Butuh Dukungan Segala Pihak

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, langkah transisi energi Indonesia membutuhkan dukungan dari segala pihak, termasuk dunia usaha.

Menurutnya transisi energi dari sumber daya berbasis fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) memiliki konsekuensi terhadap kebutuhan ruang fiskal dan investasi yang besar. Kebutuhan investasi antara lain untuk pembangunan pembangkit, transmisi, hingga jalur distribusi menuju pusat permintaan.

”PLN tidak mungkin melakukan itu sendiri, pasti akan banyak konsekuensi dari sisi Capexnya (Capital Expenditure). Contohnya jika ada aset yang kemudian harus dipensiunkan. Juga untuk investasi untuk smart grid maupun jaringan distribusinya,” kata Sri Mulyani yang dikutip Jumat 3 November.

Guna mencukupi kebutuhan transisi energi di Indonesia, Sri Mulyani menyebut, perlunya strategi fiskal jangka panjang dan luar biasa.

Untuk itu, ia mengatakan keberadaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ditambah kolaborasi dunia usaha dapat membantu berbagai upaya transisi energi di Indonesia.

"Tidak mungkin ngomongin industri hijau kalau industrinya kotor. Jadi semuanya mengatakan sekarang kalau kita bicara tentang green memang energinya harus dihijaukan, makanya di Amerika menggunakan inflation reduction act, dia ingin menghijaukan dari sisi energi, dan itu membutuhkan investasi yang sangat besar,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga mneyebut pihaknya sudah bertemu dan berdiskusi dengan PLN terkait kebutuhannya menuju transisi energi mulai dari konversi batu bara, tingkatkan lebig banyak sumber nergi terbarukan, dampaknya terhadap neraca keuangan PLN hingga pengaruh transisi terhadap biaya pokok yang harus bayar masyarakat.

"Nanti kenanya di APBN banyak sekali. Capex, PMN kita kepada PLN, kemudian ahrus diskusi mengenai subsidi kompensasasi dan bagaimana kalau terjadi aset yang harus diterminate early, bagaimana harus memvaluasinya," pungkas Sri Mulyani.