Industri Kelapa Sawit Turut Topang Perekonomian Nasional

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Industri kelapa sawit menjadi bagian integral dari ekonomi global sekaligus berperan penting dalam perekonomian nasional.

Menurut Airlangga, industri kelapa sawit turut memberikan dampak pada penurunan tingkat kemiskinan di kalangan petani pedesaan termasuk bagi petani kecil dan berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja produktif dan kesempatan kerja, ketahanan pangan, ketahanan energi, serta penyediaan barang-barang konsumsi.

Airlangga menyampaikan, dengan perkiraan bahwa populasi dunia akan mencapai 9,8 miliar jiwa pada tahun 2050, dunia akan memerlukan tambahan 200 juta ton produksi minyak nabati pada saat tersebut.

“Minyak sawit merupakan cara yang berkelanjutan dan efisien untuk memenuhi permintaan minyak nabati yang terus meningkat," ungkap Airlangga saat memberikan sambutan secara virtual dalam The 19th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2024 Price Outlook, Kamis 2 November.

Dia berujar, kelapa sawit juga mendukung penyediaan bahan bakar transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti bahan bakar penerbangan berkelanjutan. Indonesia telah mengembangkan SAF yang dikenal dengan BioAvtur 2,4 persen atau J2.4.

Di sisi lain, dalam meningkatkan produktivitas kelapa sawit, Indonesia telah melakukan penanaman kembali seluas 200.000 hektare sejak tahun 2007 dan seluas 180.000 hektare sedang dilakukan penanaman kembali di tahun ini dengan mengalokasikan anggaran sebesar 386 juta dolar AS.

Sementara pada tingkat global, inisiatif Uni Eropa melalui kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan kehutanan dan pertanian di seluruh dunia, akan memberikan dampak langsung pada komoditas utama Indonesia yakni kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu.

Airlangga mengaku, pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mendorong pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif.

"Sangat penting bagi Uni Eropa untuk mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa standar keberlanjutan nasional negara-negara produsen dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses pasar Uni Eropa,” tegas Airlangga.

Selanjutnya, The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) telah menjalin komunikasi intensif dengan komisi Uni Eropa untuk mengatasi tekanan dan telah menghasilkan enam tim kerja termasuk inklusivitas petani kecil, skema sertifikasi yang relevan, ketertelusuran, data ilmiah mengenai deforestasi dan degradasi hutan, serta perlindungan data privasi.

Airlangga mengatakan, pemerintah telah mengembangkan clearing house untuk memastikan seluruh komoditas perkebunan yang akan diekspor dapat ditelusuri untuk menjamin pasar global bahwa produk-produk tersebut dihasilkan dari perkebunan yang berkelanjutan.

Menurutnya, pengembangan kelapa sawit berkelanjutan turut didorong melalui Indonesia Sustainable Palm Oil Plantation Certification System (ISPO).

Sertifikasi ISPO menjamin praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kelapa sawit mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan.

Selain ISPO, Pemerintah Indonesia juga mendukung sertifikasi sukarela melalui skema Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“Industri kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi, serta aspek sosial dan lingkungan masyarakat. Dengan bekerja sama, kita dapat mencapai tujuan untuk perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, pembangunan rendah karbon, berketahanan iklim dan berkelanjutan, serta penguatan industri minyak sawit dalam negeri,” pungkas Airlangga.