Sebut Solusi Dua Negara Perlu untuk Palestina Israel, Paus Fransiskus: Perang di Tanah Suci Membuat Saya Takut

JAKARTA - Pemimpin Gereja Katolik Dunia Paus Fransiskus pada Hari Rabu mengatakan, solusi dua negara diperlukan bagi Israel dan Palestina untuk mengakhiri perang seperti yang terjadi saat ini dan menyerukan status khusus untuk Yerusalem.

Dalam sebuah wawancara dengan saluran berita TG1 pada RAI Italia, Paus Fransiskus juga berharap krisis Gaza tidak berkembang menjadi eskalasi regional.

"(Itu adalah) dua bangsa yang harus hidup bersama. Dengan solusi bijak itu, dua negara. Perjanjian Oslo, dua negara yang jelas dan Yerusalem dengan status khusus," kata Paus Fransiskus dalam wawancara dengan stasiun penyiaran RAI Italia, melansir Reuters 2 November.

Lebih jauh Paus mengatakan, eskalasi yang meningkat, akan berarti akhir dari banyak hal dan banyak nyawa.

"Perang di Tanah Suci membuat saya takut. Bagaimana orang-orang ini akan mengakhiri cerita ini?" tanya Paus.

Dalam kesempatan tersebut, Paus, yang menyerukan koridor kemanusiaan untuk membantu warga Gaza dan gencatan senjata mengatakan, dia berbicara melalui telepon setiap hari dengan para pastor dan biarawati yang mengelola sebuah paroki di Gaza. Paroki itu menampung sekitar 560 orang, sebagian besar beragama Kristen, tapi banya juga ummat Muslim.

"Untuk saat ini, syukurlah, pasukan Israel menghormati paroki itu," ungkap Paus.

Prihatin dengan meningkatnya antisemitisme seiring dengan konflik Hamas-Israel, Paus mengingatkan agar krisis di Gaza tidak boleh membuat konflik lain terlupakan, seperti di Ukraina, Suriah, Yaman dan Myanmar.

Diketahui, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat berjabat tangan mengenai Perjanjian Oslo yang menetapkan otonomi terbatas Palestina pada tahun 1993.

Presiden AS Bill Clinton, Perdana Menteri Israel Ehud Barak dan Presiden Arafat mengambil bagian dalam KTT Camp David pada tahun 2000, namun gagal mencapai kesepakatan perdamaian akhir.

Israel merebut Yerusalem Timur Arab pada tahun 1967 dan pada tahun 1980 mendeklarasikan seluruh kota sebagai "ibu kota bersatu dan abadi". Warga Palestina memandang bagian timur kota ini sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.

Israel secara konsisten menolak anggapan Kota Yerusalem, yang dianggap suci bagi umat Kristen, Muslim, dan Yahudi, dapat memiliki status khusus atau internasional.