“Keuntungan” Tersembunyi Gibran Rakabuming Raka

JAKARTA – Gibran Rakabuming Raka resmi menjadi bakal calon wakil presiden di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Putra sulung Presiden Joko Widodo itu akan mendampingi bakal calon presiden Prabowo Subianto yang diusung Koalisi Indonesia Maju.

Pasangan Prabowo dan Gibran mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu, 25 Oktober dan menjalani proses pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto keesokan harinya, Kamis 26 Oktober. Pada 27 Oktober, KPU menyatakan ketiga pasangan yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Prabowo-Gibran lolos tes kesehatan. Bila lolos dalam proses verifikasi lanjutan, maka ketiga pasangan itu akan ditetapkan oleh KPU, 13 November sebagai pasangan capres dan cawapres 2024.

Jika ditarik ke belakang, diusungnya Gibran sebagai bakal cawapres menimbulkan kontroversi. Wali Kota Solo itu bisa berkontestasi di Pilpres 2024 karena dikabulkannya uji materi Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal seorang capres dan cawapres oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Terlepas dari kontroversi putusan MK yang dipimpin Anwar Usman – notabene paman dari Gibran – pemilihan Gibran untuk mendampingi Prabowo disebut Fahri Hamzah adalah demi keberlanjutan program dan rekonsiliasi nasional yang sudah dijalankan Jokowi.

“Publik dapat melihat 'wajah' Jokowi di pasangan Prabowo-Gibran. Dengan demikian, rakyat tidak perlu ragu dengan keberlanjutan program pembangunan dan rekonsiliasi pemerintahan Jokowi,” ujarnya, Senin 30 Oktober.

Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 ini meminta publik tidak melihat sosok Gibran dari segi usia yang masih muda. Menurut Fahri, suami Selvi Ananda itu setidaknya sudah memiliki pengalaman di lingkungan birokrasi atau eksekutif dengan menjadi Wali Kota Solo hingga saat ini.

Selain itu, Gibran di Pilpres 2024 juga hanya diusung sebagai cawapres, bukan capres. Selama ini, lanjut Fahri, fungsi wapres hanya sebagai simbolik. Seorang wapres baru memiliki tugas bila diberikan atau diperintahkan oleh presiden.

“Dalam demokrasi yang berjalan di Indonesia, wapres itu hanya simbolik. Wapres “berfungsi” bila dia diberi tugas atau mandat oleh presidennya,” tambah Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu.

Kepanjangan Tangan Jokowi

Sumber VOI yang memiliki kedekatan dengan istana mengungkapkan bahwa memang benar pemilihan Gibran mencerminkan keberlanjutan program dan rekonsiliasi nasional dari Jokowi. Tapi, sosok Gibran juga akan menjadi kepanjangan tangan Jokowi jika Prabowo-Gibran memenangi Pilpres 2024.

Caption

“Pak Jokowi bisa mengingatkan Pak Prabowo melalui Gibran jika ada program atau arah pemerintah yang melenceng dari program awal yang sudah dijalankan pemerintahan Jokowi. Istilahnya Pak Jokowi bisa mengetuk pintu Pak Prabowo lewat Gibran,” tutur sumber tersebut.

Belum lagi bila berbicara soal isu yang selalu “digoreng” ketika Prabowo mencalonkan diri sebagai capres. Ya, tentu soal kehadiran seorang Ibu Negara. Di Indonesia, kewajiban seorang presiden untuk memiliki istri tidak diatur dalam perundang-undangan. Kedudukan dan kewenangan seorang Ibu Negara hanya diatur dalam Keppres Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden yang selanjutnya disebut Perpres tentang Staf Khusus Presiden.

Seorang Ibu Negara “dianggap” penting kedudukannya terutama saat mendampingi presiden menjalankan tugasnya, apalagi jika berkaitan dengan perjamuan tamu-tamu negara. Hal inilah yang membuat rumor soal Gibran (dalam hal ini Selvi Ananda) semakin “liar”.

Pada tahun 2018, istri Wapres saat itu Jusuf Kalla, yakni Mufidah Jusuf Kalla menggantikan tugas Ibu Negara Iriana Joko Widodo yang berhalangan melanjutkan kunjungan kerjanya di Nusa Tenggara Timur karena masih berada di Solo menghadiri pemakaman besannya, Didit Supriyadi.

Ketika itu, seluruh acara Organisasi Solidaritas Istri Era (OASE) Kabinet Kerja (KK) yang seharusnya dipimpin Iriana diambil alih Mufidah. Hal tersebut yang dianggap membuka peluang Gibran dan istrinya, Selvi akan lebih “dominan” daripada Prabowo.

Tapi, rumor itu ditepis oleh Pakar Hukum Tata Negara dari Untag Surabaya, Hufron. Menurutnya, meskipun keberadaan Ibu Negara sangat penting, apabila seorang presiden tidak memiliki pendamping maka itu bukanlah menjadi sebuah masalah karena tidak diatur dalam konstitusi dan hukum lainnya.

Dia menyatakan, jika ada Presiden Indonesia yang tidak memilki pendamping, maka presiden bersangkutan berhak menunjuk atau bahkan tidak menunjuk siapa pun untuk menjadi Ibu Negara, karena dalam konstitusi maupun hukum tidak diatur tegas mengenai keberadaan, kedudukan dan kewenangan Ibu Negara.

“Jadi presiden berhak menunjuk siapapun menjadi Ibu Negara, tidak otomatis istri wapres yang menjadi Ibu Negara,” tegas Hufron.

Rumor Gantikan Prabowo sebagai Presiden

Terakhir, berembus isu di media sosial bahwa Prabowo Subianto pernah dua kali terserang penyakit stroke. Narasi yang dikembangkan rumor tersebut adalah sangat berbahaya meletakkan beban kenegaraan ke pundak sosok yang memiliki masalah kesehatan.

Rumor itu mengaitkan posisi Gibran yang bisa menggantikan Prabowo jika mereka memenangi Pilpres 2024. Sebab, menurut pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945, presiden akan digantikan oleh wakil presiden jika meninggal, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya.

Peneliti politik dari ISEAS, Yusof Ishak Institute Singapore, Made Supriatma dalam keterangannya membenarkan jika Gibran bisa menggantikan posisi Prabowo sesuai peraturan perundang-undangan. Tapi yang menjadi kekhawatirannya adalah jika hal itu terjadi adalah minimnya pengalaman Gibran dalam mengelola negara.

“Konsekuensinya, resiko kalau terjadi apa-apa pada diri presiden, Gibran harus mengambil alih kekuasaan dengan umur yang sedemikian muda, sedemikian pengalamannya yang minim, apakah tak menimbulkan krisis?” ungkapnya.

Hal ini, lanjut Made, membuka peluang sosok Gibran malah dimanfaatkan oleh pemain politik besar lainnya. “Ini bisa menjadi masalah pelik. Dengan pengalaman yang minim, apakah Gibran mampu menyerap masukan-masukan dari penasihat-penasihat presiden?” imbuhnya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Budisatrio Djiwandono membantah jika Prabowo pernah terkena stroke bahkan hingga dua kali. Dia menegaskan bahwa Prabowo dalam kondisi yang sangat sehat dan terbukti dari hasil pemeriksaan tes kesehatan yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto.

“Isu itu tidak betul, karena Pak Prabowo tidak memiliki riwayat stroke,” tukasnya.

Karena itu, dia meminta semua pihak tidak berandai-andai dan berspekulasi tentang kesehatan Prabowo jika memenangi Pilpres 2024. Apalagi jika dikaitkan dengan kemungkinan Gibran Rakabuming Raka akan menggantikan Prabowo menjadi presiden dengan alasan kesehatan Prabowo Subianto.

“Janganlah kita terlalu berandai-andai dan percaya dengan model teori konspirasi bahwa Mas Gibran nantinya akan menggantikan Pak Prabowo sebagai presiden. Itu terlalu jauh, karena faktanya keduanya dalam kondisi yang sehat, bugar dan fit seperti dinyatakan oleh tim dokter RSPAD,” tegas Budi.

Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Albertus Budi Sulistya juga mengklarifikasi bahwa informasi terkait Prabowo pernah terkena serangan penyakit stroke sebanyak dua kali, adalah kabar yang tidak berdasar. Sebab, berdasarkan hasil tes kesehatan yang dilakukan, tidak terlihat tanda-tanda jika Menteri Pertahanan itu pernah terkena penyakit stroke.

Dia menjelaskan, tim pemeriksa kesehatan bakal pasangan calon peserta Pilpres 2024, telah menjalankan tugasnya melakukan pemeriksaan kesehatan dengan sangat baik. Pemeriksaan kesehatan terhadap bakal capres dan cawapres meliputi beberapa tes kesehatan yang berbeda.

“Jadi, kalau Pak Prabowo disebut pernah terkena stroke, pasti akan terlihat ketika beliau menjalani tes kesehatan,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Budi, saat digandeng oleh KPU untuk memeriksa bakal pasangan capres dan cawapres, pihaknya segera membentuk tim yang profesional dan independen. Budi pun telah menyurati Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menyertakan perwakilan dari kolegium kedokteran menjadi tim pemeriksa.

Selain itu, anggota tim pemeriksa kesehatan itu juga terdiri atas perwakilan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Himpunan Psikologi Indonesia. “Dengan demikian, tim ini ada banyak, beberapa komponen; tim dokter dari RSPAD, tim dari kolegium, dan dari BNN, serta dari Himpunan Psikologi Indonesia,” terang Budi.

Ketua KPU, Hasyim Asy'ari juga menegaskan bahwa dari hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan RSPAD Gatot Soebroto, semua pasangan bakal capres dan cawapres dipastikan mampu untuk menjalankan tugas sebagai presiden dan wakil presiden. Selain itu, seluruh bakal paslon juga dinyatakan bebas dari penyalahan penggunaan narkoba