Tanpa Gibran Rakabuming Raka, Prabowo Subianto Tak Cukup Percaya Diri Hadapi Pilpres 2024
JAKARTA – Gibran Rakabuming Raka, nama yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Nama Gibran semakin disorot sejak Senin (16/10/2023).
Hari itu, MK memutuskan mengabulkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK di Jakarta.
Pakar Politik dari Univeritas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad mengatakan putusan MK sebenarnya bagus untuk mengakomodir anak muda. Namun sayang, putusan tersebut dibuat di momen yang tidak tepat.
Sehingga makin menguatkan dugaan publik bahwa ini dibuat untuk menjadi celah bagi Gibran maju dalam kontestasi Pilpres.
“Sebenarnya putusan MK ini tidak masalah kalau tidak terjadi di musim Pilpres. Dengan begini, maka semakin menguatkan dugaan orang bahwa putusan ini dibuat untuk mengakomodir Gibran,” tutur Andriadi kepada VOI.
“Hanya momentumnya saja yang tidak pas, karena ini bertepatan dengan Pilpres 2024. Kalau putusan ini dibuat setelah Pilpres, maka ini menjadi keputusan yang bagus karena mengakomodir anak muda untuk maju,” kata Andriadi lagi.
Elektabilitas Gibran Rendah
Selain Gibran, para pengamat mengatakan sosok yang paling tersenyum lebar seusai mendengar putusan ini adalah Prabowo Subianto. Angan-angan Prabowo untuk menggaet putra sulung Jokowi sebagai Cawapresnya pada Pilpres 2024 semakin mendekati kenyataan.
Ketua Partai Gerindra itu memang tidak secara gamblang menyatakan ingin meminang Gibran. Tapi dari kode-kode yang ditunjukkan Prabowo, dan para pendukungnya, serta pendekatan yang dilakukan secara masif menunjukkan bahwa Menteri Pertahanan itu ngebet ingin berduet dengan anak presiden pada Pilpres tahun depan.
Melihat elektabilitas sejumlah lembaga survei, Gibran sebenarnya masih kalah dibandingkan nama-nama lain yang juga dikaitkan dengan Prabowo. Pada Mei 2023, survei Populi Center menyebut elektabilitas Gibran hanya 3,8%. Angka ini jauh di bawah Ridwan Kamil 19,3% dan Sandiaga Uno 16,5%.
Gibran kembali kalah dari Erik Thohir dan Mahfud MD di Jawa Timur. Elektabilitas pria 36 tahun ini berada di angka 6,1%.
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengungkapkan, Prabowo ingin memanfaatkan status Gibran sebagai anak Jokowi, yang notabene presiden saat ini.
“Kenapa Prabowo ngebet menggandeng Gibran? Ini adalah bagian dari strategi. Untuk memenangkan Pilpres, Prabowo ingin menambah dukungan dari luar pemilihnya. Pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu Prabowo kalah di Jateng dan Jatim. Dengan duet Gibran-Prabowo diharapkan dapat menambah suara,” ujar Karyono saat dihubungi VOI.
“Selain itu, yang ingin dikapitalisasi Prabowo adalah ayahnya Gibran. Sampai saat ini Jokowi masih menjabat sebagai presiden, pemegang kekuasaan tertinggi. Bisa saja instrumen kekuasaan ini digunakan Prabowo,” Karyono mengimbuhkan.
Tak hanya itu, Prabowo juga dianggap sudah melakukan hitung-hitungan jika Pilpres 2024 berlangsung dua putaran.
“Selain itu mereka juga berhitung kalau misal dua putaran nanti Prabowo melawan Ganjar, para pemilih Anies akan dialihkan ke Prabowo,” tutur Karyono.
Prabowo Tidak Pede
Tiga kekalahan yang dialami Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres juga disebut menjadi salah satu alasan pria kelahiran 17 Oktober 1951 ini ingin meminang Gibran sebagai Cawapresnya.
Seperti diketahui, Prabowo sebelumnya sudah tiga kali maju Pilpres, namun tiga kali pula ia menelan kekalahan. Kekalahaan pertama terjadi pada 2009, saat ia maju sebagai Cawapres Megawati Soekarnoputri. Saat itu pasangan yang mendapet slogan ‘Mega-Pro’ ini kemudian kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono.
Prabowo kembali mencoba peruntungan sebagai Capres pada Pilpres 2014. Ia menunjuk Hatta Rajasa sebagai Cawapresnya. Namun meski mendapat dukungan kuat, duet Prabowo-Hatta kalah dari Joko Widodo yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.
Prabowo menggenapkan kegagalannya tiga kali beruntun pada Pilpres 2019 saat berpasangan dengan Sandiaga Uno. Namun ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Menurut pakar politik sekaligus pendiri lembaga survei Kedai KOPI, Hendri Satrio berpasangan dengan putra Jokowi diyakini mendobrak nama Prabowo walau elektabilitas Gibran tak terlalu bagus.
“Ya karena Gibran anak presiden, penguasa saat ini. Itu bisa menambah daya dobrak Prabowo. Prabowo ingin sekali menang menang setelah sering kalah di Pemilu sebelumnya,” ucap Hendri dalam pesannya kepada VOI.
Dihubungi terpisah, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan tingkat kepercayaan diri Prabowo meningkat jika ia bersama Gibran. Prabowo merasa dukungan dari penguasa saat ini bisa memuluskan ambisi menjadi penguasa selanjutnya.
Baca juga:
“Level confident Prabowo tidak naik kalau tidak bersama Gibran. Berpasangan dengan anak presiden adalah impian semua orang. Siapa yang tidak mau berpasangan dengan anak presiden? Ada kebanggaan bisa berpasangan dengan anak presiden, apalagi pada tanggal pencoblosan Jokowi juga masih jadi presiden,” ucap Pangi, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting.
“Satu-satunya alasan Prabowo ngebet dengan Gibran ya karena dia anak Jokowi. Itu saja. Akan lebih mudah menang jika menggandeng anak presiden. Kalau anaknya di tangan Prabowo, tidak mungkin kan Jokowi tidak dukung Prabowo? Soal elektabilitas itu bisa berubah nanti,” pungkasnya.