Hakim Saldi Isra Beda Pendapat MK Bolehkan Kepala Daerah di Bawah 40 Tahun Maju Pilpres

JAKARTA - Hakim Konstitusi Saldi Isra menyyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara bernomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan mahasiswa asal Surakarta bernama Almas Tsaibbirru Re A.

Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian gugatan soal batas usia capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Dengan kata lain, kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun kini bisa menjadi capres-cawapres. Salah satu Hakim MK yang mengemukakan dissenting opinion, Saldi Isra mengaku bingung atas putusan tersebut.

Saldi menyatakan tak sepakat atas putusan ini. Sebab, petitum permohonan yang diajukan tak lagi berfokus pada batas usia capres-cawapres karena meminta penambahan syarat alternatif tersebut.

"Setelah membaca secara komprehensif dan saksama Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, alasan permohonan (petitum) jelas-jelas bertumpu pada 'berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'," kata Saldi, Senin, 16 Oktober.

Saldi pun menyinggung nama putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang juga menjabat Wali Kota Solo.

"Bahkan, secara kasat mata, permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menggunakan 'pengalaman' sekaligus 'keberhasilan' Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan," ungkap dia.

Selain Saldi Isra, Hakim Konstitusi yang mengemukakan dissenting opinion yakni Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Kemudian, lima hakim yang setuju agar perkara tersebut dikabulkan adalah Anwar Usman, Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah. Dari kelimanya, dua hakim MK mengemukakan alasan berbeda atau concurring opinion.

Sebagai informasi, berikut adalah amar putusan MK pada nomor perkara 90/PUU-XXI/2023:

1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.

2. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 610 yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah'.

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.