Rupiah Makin Melemah dan Sudah Kembali ke Level Rp14.000-an per Dolar AS

JAKARTA - Nilai tukar upiah hari ini ditutup kembali melemah. Rupiah Kamis 27 Februari ditutup melemah 0,61 persen di level Rp 14.025 per dolar AS. 

"IHSG saja anjlok dalam. Pelaku pasar sementara keluar dari aset berisiko. Mungkin tunggu situasi virus corona ini mereda," ujar Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra kepada VOI, Kamis 27 Februari.

Dolar Hong Kong dan won Korea menjadi mata uang yang menemani rupiah melemah terhadap dolar AS pada hari ini.

Sebaliknya, sederet mata uang Asia lain yang mampu menguat di hadapan dolar AS. Mulai dari dolar Taiwan, dolar Singapura, baht Thailand hingga yen Jepang.

Ringgit Malaysia menjadi yang paling perkasa dengan menguat 0,51 persen terhadap dolar AS.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan, sentimen virus corona memang membalik situasi pasar keuangan yang sempat sangat kuat di awal tahun. Untuk itu, BI pun telah memperkuat intervensi untuk meredam volatilitas pada nilai tukar rupiah.

“Bank Indonesia berusaha smoothing volatilitas. Yang kami lakukan adalah triple intervention untuk stabilkan sektor moneter,” tutur Destry Rabu 26 Februari kemarin.

Pertama, BI meredam volatilitas melalui pasar Domestic Non-Delivery Forward (DNDF). Instrumen hedging untuk investor asing yang hendak masuk ke Indonesia ini, kata Destry, terbukti efektif menjaga stabilitas kurs sejak diberlakukan pada 2018 lalu.

“DNDF juga memberikan confidence penuh bagi investor karena bisa memberikan arah yang lebih real terhadap eskpektasi kurs,” kata Destry.  

Kedua, BI melakukan intervensi pada pasar spot, meski Destry mengakui jumlahnya tidak banyak. Menurutnya, intervensi di pasar spot penting lantaran ada korelasi erat antara arus offshore terhadap pasar spot.

Terakhir, BI aktif masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) sebagai pembeli. Selain sebagai langkah konversi instrumen keuangan dari sertifikat BI ke SBN milik pemerintah, intervensi pada pasar obligasi domestik diharapkan efektif menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Kita tahu hubungan pasar obligasi dengan rupiah sangat dekat. Dengan masuk ke pasar obligasi, kita membantu menstabilkan sektor keuangan khususnya rupiah. Terbukti yield SBN relatif stabil di sekitar 6,5 persen itu juga karena investor melihat kredibilitas pemerintah,” kata Destry dikutip dari kontan.co.id.