Warga Seruyan Tewas Saat Demo Kebun Sawit, DPR Minta Pemerintah Perhatikan Tuntutan Rakyat
JAKARTA - Komisi IV DPR menyoroti bentrokan warga Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan aparat kepolisian saat peristiwa demo terkait konflik perkebunan sawit. Pemerintah pun diminta memperhatikan tuntutan warga yang berdemo lantaran tak juga memperoleh haknya mendapat plasma dari perusahaan yang mendapat izin pemanfaatan lahan di kawasan tersebut.
Bentrokan antara warga dan polisi terjadi di kawasan kebun sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, pada Sabtu (7/10) lalu. Buntut bentrokan ini, seorang warga tewas dan dua lainnya kini tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena kondisi kritis diduga akibat timah panas yang dilancarkan oleh oknum polisi.
“Setelah di Pulau Rempang, kini terjadi lagi bentrok aparat dengan warga saat demonstrasi. Ini suatu hal yang sangat disesalkan, apalagi sampai ada korban jiwa yang meninggal,” kata Anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan, Selasa 8 Oktober.
"Penting bagi aparat kepolisian untuk menjalankan tugas mereka dengan profesional dan menghormati hak asasi manusia," lanjutnya.
Kejadian bermula saat warga menggelar aksi demo di perkebunan HMBP yang menuntut pemenuhan janji 20 persen kebun plasma dan kawasan hutan di luar Hak Guna Usaha (HGU). Polisi pun turut menjaga aksi tersebut, hingga akhirnya terjadi bentrokan dalam penanganan demo warga.
Daniel pun meminta Pemerintah memerhatikan tuntutan warga mengenai kewajiban yang harus diberikan oleh Perusahaan Besar Swasta (PBS) maupun Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagai pihak yang mendapat izin pemanfaatan lahan.
Adapun tuntutan warga adalah pemenuhan janji dari PT HMBP sebagai pemegang izin HGU terhadap kewajiban menyediakan kebun Plasma sebanyak 20 persen bagi warga setempat. Namun hingga puluhan tahun, kewajiban tersebut tidak juga direalisasikan sehingga membuat warga geram dan melakukan demo di kebun sawit PT HMBP.
“Masalah ini terjadi karena pihak perusahaan tidak memenuhi kewajibannya kepada warga. Keengganan perusahaan menjalankan plasma 20 persen menjadi pemantik dan pemicu konflik sosial dengan masyarakat setempat," sebut Daniel.
Komisi IV DPR yang membidangi urusan Kehutanan dan Perkebunan ini berharap agar Pemerintah pusat turun tangan menyelesaikan konflik yang berkelanjutan itu. Apalagi, kata Daniel, masalah antara PT HMBP dan warga sudah berlangsung lama.
Baca juga:
- Konflik Agraria Perkebunan Sawit Memakan Korban di Kalteng, SPKS Kecam Aksi Represif Aparat
- Komisi III DPR Minta Penembakan Warga di Kebun Sawit Kalteng Diusut Tuntas
- Komisi III Bereaksi Keras Soal Penanganan Demo di Seruyan: Polisi Gegabah!
- Stafsus Kemenkop UKM Menyayangkan Kurangnya Sosialisasi TikTok soal Penutupan TikTok Shop
“Puluhan tahun masyarakat di sana menuntut haknya, tapi tidak juga didengar. Ini artinya sudah ada pengabaian yang sengaja. Dan kalau peringatan Pemda saja juga tidak didengar, artinya Pemerintah Pusat harus turun untuk menyelesaikan masalah ini,” ungkapnya.
Daniel juga meminta Pemerintah bersikap tegas mengingat akibat pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan, masyarakat banyak menjadi korban.
“Cabut saja HGU-nya kalau tidak memenuhi plasma dan peraturan yang ada. Pemerintah harus memerhatikan tuntutan rakyat. Jangan sampai demi keuntungan perusahaan, warga yang dirugikan,” tutur Daniel.
DPR berharap penyelesaian penyebab konflik lahan perkebunan ini dapat mengakhiri masalah antara warga Seruyan dan perusahaan. Dengan begitu, kata Daniel, tidak ada lagi warga yang menjadi korban.
“Kita berharap konflik seperti ini tidak perlu terulang kembali, dan diperlukan jalan keluar terbaik dengan mengutamakan kepentingan warga. Terutama karena tuntutan warga sudah diperjuangkan sejak lama,” ucap Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu.
Terkait unsur represif aparat, Daniel meminta agar ada penyelidikan secara menyeluruh. Ia juga mengingatkan pihak kepolisian untuk mengedepankan unsur humanis saat berhadapan dengan warga.
“Selain itu Pemerintah atau perusahaan yang terlibat juga perlu berkomitmen untuk menjalankan prinsip-prinsip keberlanjutan dan memahami tanggung jawab sosial,” tegas Daniel.
Pihak Polda Kalimantan Tengah menampik anggotanya menggunakan peluru tajam saat mengamankan aksi demo. Polisi mengklaim anggotanya hanya dibekali gas air mata dan peluru karet.
Dengan adanya dua pernyataan yang berbeda itu, Daniel mendorong agar dibentuk tim investigasi untuk memastikan penyebab tewasnya korban dan warga yang mengalami luka-luka.
"Untuk menjamin keterbukaan informasi dan fakta yang akurat, harus dibuat tim investigasi yang juga meliputi lembaga-lembaga di luar kepolisian. Hal ini dilakukan untuk membuktikan profesionalisme Polri saat mengawal aksi demo," terang Daniel.
Pelibatan lembaga-lembaga terkait dalam melakukan penyelidikan dinilai sangat diperlukan demi menjamin transparansi penanganan kasus. Daniel beranggapan, pelibatan lembaga di luar kepolisian seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komnas HAM dan Kompolnas penting dalam memastikan akuntabilitas penyelidikan.
"Dengan begitu, hukum akan berjalan sebagaimana mestinya. Jadi nanti tidak ada kesan keadilan tumpul ke atas tajam ke bawah. Ini dapat menjadi bukti Reformasi di tubuh Polri," ujar Daniel.
“Dan libatkan juga tokoh-tokoh daerah serta lembaga pengayom masyarakat lokal. Kehadiran mereka sebagai perwakilan warga signifikan agar suara rakyat setempat dapat disuarakan,” sambungnya.
Apabila terbukti ada oknum anggota kepolisian yang melanggar aturan saat penanganan demo, Daniel mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku. Apalagi Kapolri sebagai pucuk pimpinan tertinggi Polri pernah menjamin akan menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran.
"Jika ada kelalaian atau pelanggaran saat penanganan demo di Seruyan, maka harus ada yang bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku di negara ini. Selain itu, peristiwa ini menjadi pelajaran bagi Polri untuk melakukan pembenahan," tukas Daniel.
Lebih lanjut, DPR berharap agar pihak kepolisian memastikan pengamanan setiap demo warga dilakukan dengan cara yang tegas namun tetap bijaksana dan adil. Daniel meminta aparat memprioritaskan penyelesaian konflik dengan cara musyawarah.
"Ke depannya penting juga untuk mengambil langkah-langkah preventif agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Dialog dengan masyarakat dan pemahaman terhadap masalah yang mendasari demo perlu ditingkatkan," jelasnya.
“Harus diingat, tugas aparat kepolisian adalah mengayomi dan melindungi masyarakat, jangan justru ada oknum yang dijadikan alat untuk menekan masyarakat. Polisi harus bisa menjadi penengah atau menjembatani bila ada masalah,” tutup Daniel.