Pemerintah Jangan Terus Diam dengan Desakan Penanganan Serius Darurat Perundungan

JAKARTA - Pemerintah harusnya bisa segera merespon desakan dari parlemen soal kegelisahan di masyarakat mengenai fenomena kasus perundungan atau bullying, terutama di lingkungan sekolah.

Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI), Ari Juanedi. Ia menyebut, DPR adalah representasi rakyat yang menyuarakan aspirasi publik sehingga harus segera ditindaklanjuti.

"Saya memberi poin lebih dari suara-suara di DPR yang meminta Pemerintah segera menarik rem darurat atas terjadinya fenomena perundungan yang demikian masif terjadi di banyak tempat. Sehingga perlu ditanggapi dengan proaktif," kata Ari Junaedi, Jumat 6 Oktober.

Dalam beberapa kesempatan, Ketua DPR RI Puan Maharani menyuarakan tentang persoalan bullying di Tanah Air yang semakin memprihatinkan. Bahkan Puan meminta Pemerintah menyiapkan penanganan khusus terkait permasalahan perundungan yang melibatkan anak.

Ari menilai, Pemerintah seharusnya menaruh perhatian lebih atas atensi orang nomor satu di dewan legislatif tersebut karena sudah disuarakan berkali-kali.

Ari pun menilai, kepemimpinan DPR yang saat ini dipegang Puan Maharani selalu lantang saat menyuarakan masalah-masalah berkaitan dengan perempuan dan anak. Ia mengatakan Puan paham betul mengenai peran perempuan dan anak yang merupakan kunci terciptanya Generasi Emas 2045.

Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama ini juga memaparkan, cara komunikasi DPR dengan terus menyuarakan kasus perundungan merupakan bukti komitmen dewan dalam upaya menanamkan unsur budi pekerti pada diri anak muda. Apalagi di era keterbukaan informasi, Ari menilai unsur ketimuran bangsa Indonesia yang mengedepankan sopan santun dan saling menghargai berangsur mulai luntur.

"Jika media sosial dengan segala nilai positif dan negatifnya demikian mudah diterima oleh anak didik sementara dunia pendidikan hanya memberikan ruang yang minimal bagi pengembangan budi pekerti dan kesehatan mental maka kehancuran sembuah bangsa melalui generasi mudanya tinggal tunggu waktu saja," paparnya.

Mengenai persoalan bullying, Puan memang pernah menyampaikan pentingnya dihadirkan pendidikan karakter serta pendidikan moral dan budi pekerti di bangku sekolah. Mengingat, kemajuan teknologi banyak berdampak pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, Ari berharap Pemerintah dapat segera bertindak karena kecepatan pola ‘meniru’ yang dilakukan anak didik melalui media sosial sangat cepat. Terlebih, tidak adanya aturan yang rigid dari Pemerintah terkait pembatasan usia dalam mengakses media sosial menjadi penyumbang munculnya hal-hal negatif pada anak.

"Pola pendidikan kita masih menitikberatkan kepada capaian nilai-nilai akademis dan mengabaikan tumbuh kembang anak secara mental. Pendidikan budi pekerti dan moral tidak menjadi fokus. Akibatnya, banyak anak terpengaruh sisi buruk dari media sosial, yang batasannya sampai saat ini belum jelas," terang Ari.

Lebih lanjut, Ari mempertanyakan efektivitas dari ‘Kurikulum Merdeka’ yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam mencegah aksi kekerasan di institusi pendidikan.

"Kurikulum tersebut belum menanamkan nilai moral untuk menghargai sesama. Maka saya sependapat dengan yang diungkap DPR, bahwa perlu adanya mata pelajaran yang mengedepankan ilmu komunikasi, dalam kaitannya dengan nilai-nilai moral dan budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari,” sebutnya.

“Jadi arah komunikasi DPR yang terus menyuarakan tentang isu pendidikan karakter pada anak ini sudah tepat," lanjut Ari.

Di sisi lain, peran DPR dinilai begitu krusial terutama dalam hal legislasi untuk merancang produk-produk hukum yang memperkuat upaya terjadinya perundungan di lingkungan Pendidikan. Ari menekankan momentum ini tidak boleh disia-siakan demi terwujudnya lingkungan Pendidikan yang ramah dengan pengembangan kecerdasan dan tumbuh kembang anak didik berdasarkan nilai-nilai budi pekerti luhur.

"Desakan parlemen dalam hal ini DPR terhadap Pemerintah agar mereformasi ekosistem pendidikan menjadi sebuah keharusan. Selama ini, Kemendikbudristek lebih menitikberatkan kepada aspek akademis dan melalaikan aspek pekerti serta moral," ungkap pengajar Program Pascasarjana Universitas Islam Bandung (Unisba) itu.

Ke depannya, Ari berharap DPR terus mengawasi program dan aksi kementerian-kementerian seperti Kemendikbud Ristek, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kementerian Kesehatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Komnas Perlindungan Anak serta institusi lain untuk peduli dengan perkembangan mental dan perlindungan anak didik. Khususnya dalam hal mengantisipasi terjadinya kekerasan fisik dan verbal.

"Semakin marak dan masifnya tindakan perundungan di semua tingkatan pendidikan, tidak ayal kondisi ini sudah pantas dikategorikan dalam ‘siaga satu’. Tidak hanya berujung kematian, aksi bullying yang terjadi sekarang ini sudah berdampak pada kecacatan fisik terhadap korban," ucap Ari.