Erick Thohir Gencar Jalankan Gerakan Bersih-bersih BUMN, Apa Dampaknya?
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus menjalankan gerakan bersih-bersih perusahaan pelat merah selama masa kepemimpinannya.
Langkah ini diambil untuk memperbaiki bisnis perusahaan pelat merah agar lebih baik lagi.
Lalu, apa dampak dari bersih-bersih perusahaan pelat merah ini?
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid mengatakan bahwa secara prinsip, langkah bersih-bersih yang dilakukan oleh Erick Thohir sebuah kebijakan instrumental yang tepat dan konstruktif.
Namun, kata Fahri, langkah itu akan semakin menghasilkan dampak yang lebih tajam jika diiringi dengan pembenahan secara internal di BUMN.
“Artinya jika membutuhkan langkah-langkah represif, dengan melaporkan agar aparat penegak hukum (APH) mengambil serta menegakan hukum sebagai treatmen untuk membuat BUMN menjadi sehat adalah baik, akan tetapi perlu dan penting juga agar sang menteri membuat serta menata sistem pengendalian internal BUMN,” ujarnya Fahri, Kamis, 5 Oktober.
Dengan adanya penataan sistem pengendalian internal BUMN, kata Fahri, maka sistem yang kredible di internal Kementerian BUMN dan BUMN telah mapan, meski ke depan menterinya berganti.
“Tujuannya agar segala kebocoran serta deviasi atau penyimpangan keuangan negara dapat di eleminir serta teratasi. Semua bisa terwujud jika menteri atau presiden mempu membuat sebuah sistem kerja kelembagaan yang kredible serta bersih,” tutup Fahri.
Sebelum diberitakan, Menteri BUMN Erick Thohir terus melakukan bersih-bersih BUMN. Teranyar, Erick membawa berkas hasil audit untuk tujuan tertentu pada Dana Pensiun di empat perusahaan pelat merah kepada Kejakasaan Agung.
Audit yang dilakukan oleh Badan Pemerika Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu mensinyalir terjadinya kerugian negara sekitar Rp300 miliar.
Baca juga:
Adapun empat dana pensiun yang bermasalah itu dikelola oleh PT Angkasa Pura I (AP I), PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)/ID FOOD, dan PT Inhutani.
“Jelas dari hasil audit dengan tujuan tertentu itu ada kerugian negara Rp300 miliar dan ini belum menyeluruh dibuka pihak BPKP dan Kejaksaan,” ujarnya.
Namun, kerugian negara bisa lebih besar lagi hal ini karena BPKP baru melakukan audit 10 persen dari empat sample.
“Artinya angka ini bisa lebih besar lagi,” ucap Erick.