Sengkarut Pelanggaran Hak Cipta Lagu di Indonesia
JAKARTA - Pecinta musik di Indonesia tengah menyoroti band T’Koes setelah mereka dilarang membawakan lagu-lagu Koes Plus oleh keluarga besar band legendaris tersebut.
Berdiri sejak 2007, T’Koes mengklaim sebagai band tribute yang mendedikasikan diri untuk membawakan lagu-lagu Koes Plus di setiap penampilan. Meski demikian, band T’Koes tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga besar Koes Plus.
Namun pada Sabtu, 23 September, empat anak dari personel Koes Plus, yaitu David anak dari Yon Koeswoyo, Damon anak dari Tony Koeswoyo, Rico anak dari Murry, dan Sari anak dari Yok Koeswoyo, menyampaikan pelarangan untuk T’Koes membawakan lagu Koes Plus.
“Bahwa terhitung sejak hari ini, keluarga besar Koes Plus melarang dan tidak memberikan izin kepada band T’Koes untuk membawakan karya cipta dari keluarga besar Koes Plus, dan segala sesuatu yang terkait dalam kegiatan bermusik dan atau dalam bentuk apapun baik komersil maupun non komersil,” kata Sari.
Pentingnya Pendaftaran Hak Cipta
Mengenai larangan menyanyikan lagu tidak hanya diberlakukan oleh keluarga besar Koes Plus. Belum lama ini, pentolan band Dewa 19, Ahmad Dhani, juga sempat berseteru dengan mantan vokalisnya, Once Mekel.
Ahmad Dhani melarang Once untuk membawakan lagu-lagu Dewa 19 dalam setiap pertunjukan personalnya. Saling serang antara Dhani dan Once tentu saja menyita perhatian pecinta Tanah Air.
Berbeda dengan keluarga Koes Plus yang mengaku larangan T’Koes menyanyikan lagu Koes Plus bukan sekadar masalah royalti, tapi masalah etika, Dhani justru secara blak-blakan menyampaikan larangan kepada Once ketika mereka berdua bertemu di Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, 18 April lalu.
“Saya enggak bakal izinkan Once bawakan lagu Dewa 19. Semua pengarang lagu sudah sepakat, bahwa semuanya harus pakai izin. Tadi sudah dibicarakan di depan,” tutur Ahmad Dhani.
Sengkarut mengenai pelanggaran hak cipta lagu sudah sangat sering dibahas di media. Tapi sepertinya, penegakan hak cipta di lapangan masih jauh dari sempurna.
Padahal, hak cipta telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut pengamat hukum pidana Farizal Pranata Bahri, pelanggaran hak cipta lagu bisa dipidana dengan alasan telah melanggar atau mengambil cipta karya seseorang tanpa izin. Hal ini sudah diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 72 ayat (1) yang menyebutkan bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara paling singkat atau pidana minimum 1 (satu) bulan atau denda paling sedikit Rp1.000.000 (satu juta rupiah).
“Apabila perbuatan tersebut (pelanggaran hak cipta) dikomersilkan dengan mendapat keuntungan maka dikenakan pasal 52,” kata Farizal kepada VOI.
Baik T’Koes maupun Once mengatakan akan menaati permintaan keluarga Koes Plus dan Ahmad Dhani terkait larangan membawakan lagu mereka. Dari dua kasus tersebut dapat diketahui bahwa yang berhak melaporkan pelanggaran hak cipta lagu adalah pemilik karya atau ahli waris yang diberikan kewenangan untuk melakukan tuntutan ganti rugi, sebagaimana ditegaskan Farizal.
“Yang memiliki hak untuk melaporkan adalah pemilik karya yang di-copy atau ditiru karyanya untuk kepentingan komersil si peniru. Atau, apabila sudah meninggal maka ahli waris yang diberikan kewenangan untuk melakukan tuntutan ganti rugi,” Farizal menjelaskan.
Baca juga:
- Melihat Gaya Kepemimpinan Bacapres Lewat Pencitraan Kemesraan dengan Keluarga
- Pantauan Netray: Penunjukkan Kaesang Pangarep Sebagai Ketum PSI Ditanggapi Negatif Warganet
- Apapun Jenisnya, Pungutan di Sekolah Negeri Sebenarnya Dilarang
- Sinkronisasi adalah Kunci, Tak Heran Social Commerce Saat Ini Sangat Diminati
Lebih lanjut Farizal menegaskan, hak cipta lagu adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta lagu itu sendiri, bukan milik band atau label rekaman. Untuk itu pentingnya pendaftaran cipta lagu tersebut ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Setelah proses pendaftaran tersebut maka tidak boleh ada yang menyanyikan ulang atau ‘cover’, mencopy atau mendistribusikan lagu tersebut tanpa seizin pemilik yang terdaftar.
“Untuk label rekaman hanya dapat meng-copy atau menjual lagu tersebut apabila sudah ada kerja sama tertulis dari pemilik yang terdaftar," jelas pemilik firma hukum JFB & Partners.
Pembayaran Royalti ke LMKN
Lalu, ke manakah royalti harus dibayarkan? Regulasi mengenai royalti ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021.
Pada Pasal 3 ayat (1) tertulis bahwa “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional).”
Pembayaran royalti dan meminta izin inilah yang kemudian sering menjadi permasalahan dalam melakukan cover lagu. Sesuai UU No 28 Tahun 2014, seseorang boleh menyanyikan lagu orang lain tanpa izin selama membayar royalti. Pada pasal 32 ayat (5) tertulis bahwa “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif”.
Artinya, selama si penyanyi membayar imbalan kepada pencipta lagu melalui LMKM maka tidak perlu ‘meminta izin’ kepada si pemilik lagu.
Di tengah kisruh band T’Koes dengan ahli waris Koes Plus, pengamat musik Mudya Mustamin mengakui bahwa penerapan aturan soal hak cipta lagu masih sulit terealisasi. Pada dasarnya industri musik sangat kompleks, karena industri musik tidak hanya mengatur soal bisnis rekaman.
“Secara general, sudah ada hukum yang mengatur. Tapi tentu dalam banyak hal, dan ini tidak hanya terjadi di musik, biasanya penerapan di lapangan masih jauh dari sempurna. Karena mungkin belum terbiasa, dan kita sendiri memang masih berproses menuju ke penarapan yang merata,” kata pengamat musik Maudya Mustamin kepada VOI.
“Masih butuh waktu untuk membuat banyak pihak paham, dan mempunyai kesadaran untuk mengaplikasikannya sesuai hukum yang berlaku. Industri musik sangat kompleks, karena tidak hanya tentang bisnis rekaman, tapi ada juga industri panggung hingga penggunaan konten digital yang saling berkaitan.”