Korea Selatan Mengatakan Korea Utara Tidak akan Pernah Diakui Sebagai Negara Bersenjata Nuklir
JAKARTA - Korea Utara tidak akan pernah diakui sebagai negara yang memiliki senjata nuklir, sementara upayanya untuk mengembangkan senjata nuklir hanya akan menyebabkan sanksi lebih keras terhadap rezim tersebut, kata Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Hari Minggu.
Itu dikatakan sebagai tanggapan terhadap pernyataan yang dikeluarkan sehari sebelumnya oleh Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son-hui, bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh Pyongyang adalah pelaksanaan kedaulatan yang sah.
"Komunitas internasional dengan jelas melarang pengembangan dan provokasi nuklir dan rudal Korea Utara," kata kementerian Korea Selatan dalam sebuah pernyataan, melansir The Korea Times 1 Oktober.
"Terlepas dari tindakan dan klaim Korea Utara, kepemilikan senjata nuklirnya tidak akan pernah diakui, dan sanksi dari komunitas internasional akan semakin keras," tegasnya.
Terpisah, Menteri Choe mengkritik pertemuan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang diadakan pekan lalu, sebagai tanggapan terhadap tindakan terbaru Pyongyang untuk memperkuat kebijakan kekuatan nuklirnya dalam konstitusinya.
Korea Utara pekan lalu mengadakan sidang Majelis Rakyat Tertinggi ke-14 yang dihadiri oleh Pemimpin Kim Jong-un, dengan suara bulat memutuskan untuk "melengkapi Pasal 58 Bab 4 Konstitusi Sosialis" untuk menjamin hak hidup dan pembangunan negara tersebut, mencegah perang dan melindungi perdamaian regional maupun global, dengan mengembangkan senjata nuklir secara cepat ke tingkat yang lebih tinggi.
Baca juga:
- Mantan Presiden Ingin Rudal Rusia Memiliki Akurasi Tinggi, Mampu Hadapi Pertahanan Udara dan Peperangan Elektronik di Ukraina
- Perdana, Peneliti Berhasil Menemukan RNA Harimau Tasmania yang Punah
- Taiwan Luncurkan Kapal Selam Buatan Dalam Negeri: Tingkatkan Kemampuan Perang Asimetris, Dibekali Torpedo Kelas Berat
- Studi Sebut Obat Antivirus Molnupiravir Terkait dengan Mutasi Virus Corona
Menteri Choe mengatakan, Korea Utara mengecam keras "tindakan yang melanggar hukum dan sembrono dari kekuatan musuh, termasuk Amerika Serikat, yang menyebut pelaksanaan kedaulatan sah negara kita sebagai 'provokasi' dan 'ancaman.'"