Apa itu Kurva Laffer? Kebijakan Tarif Pajak yang Dapat Mengerek Pertumbuhan Ekonomi
YOGYAKARTA – Apa itu kurva laffer? Kurva laffer adalah teori perpajakan yang dikemukakan oleh ekonom Amerika Serikat Arthur Laffer. Kurva laffer dipakai untuk melihat hubungan antara tarif pajak dan tingkat pendapatan pemerintah.
Kurva laffer menggambarkan konsep dari elastisitas penghasilan kena pajak, dimana penghasilan kena pajak berubah sesuai dengan perubahan tarif pajak.
Untuk informasi selengkapnya, simak artikel berikut ini.
Apa itu Kurva Laffer?
Dirangkum dari berbagai sumber, kurva laffer merupakan teori yang menyatakan bahwa penurunaan tarif pajak dapat mengerek pertumbuhan ekonomi.
Pencetus teori ini berpendapat bahwa menaikkaan tarif pajak melebihi titik tertentu akan menjadi kontra-produktif dalam meningkatkan penerimaan pajak. Saat tarif pajak terlalu tinggi, penerimaan negara dari pajak justru akan merosot atau terkontraksi.
Akan tetapi, jika tarif pajak nol, negara tidak menerima pendapatan dari pajak. Sebaliknya, tarif pajak yang lebih tinggi berpotensi meningkatkan beban wajib pajak.
Dalam jangka pendek, kebijakan tersebut mungkin dapat meningkatkan pendapatan pemerintah. Namun, pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi berpotensi mengurangi basis pajak dalam jangka panjang, sehingga berpotensi menurunkan pendapatan pemerintah.
Menurut Arthur Laffer, penurunan tarif pajak dan penurunan pendapatan pemerintah tidak perlu diimbangi dengan penurunan belanja pemerintah atau peningkatan pinjaman.
Para pendukung kurva laffer percaya bahwa pemangkasan pajak dapat meningkatkann pertumbuhan ekonomi. Hal ini Karena insentif pajak dapat menarik investasi di dalam negeri.
Dengan penurunan tarif pajak, masyarakat berpendapatan tinggi akan lebih sering membelanjakan uangnya dan berinvestasi lebih banyak.
Cara Kerja Kurva Laffer
Teori kurva Laffer menjadi perhatian para pembuat kebijakan pada 1974. Sebelum konsep ini disampaikan Laffer, pendekatan yang digunakan oleh para ekonom adalah pendekatan Keynesian. Mereka menganjurkan pemerintah memangkas taris pajak untuk merangsang permintaan agregat supaya ekonomi dapat tumbuh.
Akan tetapi pandangan semacam itu mempunyai kelemahan. Menurut Laffer, perekenomian tidak tumbuh bukan karena kurangnya permintaan. Namun, disebabkan oleh beban pajak yang terlalu tinggi.
Tarif pajak yang terlalu tinggi membuat produsen enggan memproduksi lebih banyak output dan daya beli masyarakat menurun.
Pada titik ekstrim, yakni tarif pajak 0 persen dan 100 persen, pemerintah tidak akan mendapatkan keuntungan dari pajak.
Baca juga:
Pajak nol persen berate pemerintah tidak memungut pajak. Sementara pada tingkat 100 persen, bisnis dan rumah tangga membayarkan semua keuntungan dan pendapatan mereka sebagai pajak.
Nah, di antara dua titik tersebut, ada tarif pajak yang optimal. Pemerintah bisa mendapatkan keuntungan dari pajak karena sektor swasta relatif tidak terbebani dengan besaran tarif pajak.
Akan tetapi, jika tarif pajak berada pada titik ekstrim, para wajib pajak akan enggan bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak uang. Alasannya, uang yang susah payah didapatkan akan habis untuk membayar pajak.
Demikian informasi tentang apa itu kurva laffer. Dapatkan update berita pilihan lainnya hanya di VOI.ID.